Pada suatu malam di bulan Januari 1965 yang gelap dan dingin, tentara Amerika Serikat, Sersan Charles Robert Jenkins, tiba-tiba menghilang di daerah zona demiliterisasi Korea Selatan dan Korea Utara. Rupanya ia memilih desersi ke Korut karena tidak mau menjalankan tugas wajib militer ke Perang Vietnam. Semula ia berencana untuk melarikan diri ke Rusia, tetapi tertahan di Korut hingga 2004. Jenkins lalu tinggal di Jepang bersama keluarganya hingga ia meninggal di usia 77 tahun, Senin (11/12).
Jenkins ditemukan tergeletak di luar rumahnya di daerah Sado, Jepang utara, Senin, dan dilarikan ke rumah sakit. Namun, ia tak tertolong. Stasiun televisi nasional Jepang, NHK, menyebutkan, laki-laki asal Rich Square, North Carolina, Amerika Serikat, itu meninggal akibat gagal jantung.
Drama teraneh yang dijalani Jenkins dengan desersi ke Korut pada masa perang dingin itu berawal ketika ia—waktu itu berusia 25 tahun—menghilang ketika sedang berpatroli di zona nonmiliter Korsel-Korut. Saat mengenang drama itu, laki-laki yang biasa dipanggil Scooter ini merasa menyesal karena sudah desersi. Pasalnya, ia justru hidup menderita selama puluhan tahun di Korut.
Jenkins bertemu dengan istrinya, Hitomi Soga, yang diculik oleh Korut pada 1978. Hitomi menjadi guru budaya dan bahasa Jepang bagi agen mata-mata Korut. Jenkins dan Hitomi dikaruniai dua putri, Mika dan Blinda. Hitomi diperbolehkan berkunjung ke kampung halamannya di Sado, Jepang, pada 2002, lalu memutuskan untuk menetap di Jepang. Jenkins dan kedua putrinya diperbolehkan meninggalkan Korut pada 2004.
Setibanya di Jepang, Jenkins diajukan ke pengadilan militer AS. Dalam persidangan itu, Jenkins mengatakan, ia melakukan desersi karena khawatir dikirim ke Perang Vietnam. Ia mengaku bersalah karena sudah desersi dan membantu Korut. Ia kemudian dipecat tidak hormat dan dijatuhi hukuman 25 hari di penjara militer AS di Jepang.
Jenkins menuliskan pengalamannya selama berada di Korut dalam buku otobiografi To Tell the Truth pada 2005. Selama berada di Korut, Jenkins mengajar bahasa Inggris kepada agen mata-mata Korut. Jenkins mengatakan tidak pernah menolak perintah otoritas di Korut karena khawatir dengan keselamatan keluarganya.
”Jangan pernah bilang ’tidak’ kepada Korut. Kalau ada satu kata yang tidak baik soal Kim Il Sung, itu sama saja dengan menggali lubang kubur sendiri,” ujar Jenkins yang bekerja di toko oleh-oleh dan sering diajak foto bersama oleh para turis itu.