BERLIN, RABU — Kanselir Jerman Angela Merkel memulai perundingan dengan Partai Sosial Demokrat (SPD) untuk mengakhiri krisis politik di Jerman pascapemilu September lalu. Pertemuan pada Rabu (13/12) malam itu berlangsung rahasia dan hasil perundingan tidak diumumkan.
Ketua SPD Martin Schulz bersedia berunding setelah memperoleh ”restu” dari partainya. Ia juga mendapat desakan dari Presiden Jerman Frank-Walter Steinmeier, tokoh SPD yang tak ingin pemilu diulang.
Namun, sebelum pertemuan dimulai, SPD terus membombardir Merkel dengan aneka komentar dan persyaratan yang menekan. ”Poin yang paling menentukan bagi SPD adalah agenda sosial harus menjadi primadona di Jerman,” kata tokoh SPD, Carsten Schneider.
Partai Merkel, Uni Demokratik Kristen (CDU), yang didukung Uni Sosial Kristen (CSU), memenangi pemilu, tetapi gagal meraih kursi mayoritas. Upaya Merkel untuk membentuk pemerintahan dengan Partai Hijau dan Partai Demokratik Bebas (FDP) gagal setelah FDP menarik diri.
Secara konstitusional tak ada batasan waktu bagi Merkel untuk membentuk koalisi. Namun, Merkel menginginkan perundingan yang cepat menuju pemerintahan yang stabil.
Pada era kepemimpinan Presiden AS Donald Trump dan gelombang populisme yang mengepung Eropa, Merkel menggarisbawahi pentingnya Jerman untuk segera berperan. Jerman dan Perancis, menurut dia, memiliki peran sentral untuk mereformasi dan memberdayakan Uni Eropa.
”Saya tidak melebih-lebihkan saat mengatakan, dunia menanti kita untuk bisa segera berperan. Saya yakin pemerintahan yang stabil adalah dasar untuk memperoleh kerja sama terbaik dengan Perancis serta Eropa,” ujar Merkel yang mengisyaratkan dirinya tak berminat membentuk pemerintahan minoritas.
Saya yakin pemerintahan yang stabil adalah dasar untuk memperoleh kerja sama terbaik dengan Perancis serta Eropa.
Jika Merkel gagal membentuk koalisi dengan SPD, opsi yang tersisa adalah membentuk pemerintahan minoritas dengan Partai Hijau atau melaksanakan pemilu baru yang dilaksanakan secepatnya pada Februari 2018. Namun, Merkel telah menegaskan, pihaknya lebih memilih opsi pemilu baru.
Ketua Dewan Eropa untuk Urusan Luar Negeri Josef Janning mengatakan, kebuntuan politik di Jerman berdampak luas di dunia. ”Tak ada pihak yang lebih penting bagi Presiden Macron selain Berlin. Itu sebabnya, sungguh dramatis jika keberhasilan Macron untuk mendorong Eropa tidak memperoleh dukungan dalam tiga bulan terakhir,” katanya.
Setengah hati
Sikap SPD setengah hati dalam menyambut tawaran Merkel. Gagasan koalisi besar atau grand coalition (GroKo) ditentang keras sebagian anggota SPD, khususnya kelompok muda yang menganggap koalisi itu sebagai ”bunuh diri politik”. Alasannya, SPD akan semakin ditinggalkan oleh para pemilihnya jika kembali berada di bawah bayang-bayang Merkel.
Koalisi CDU/CSU dengan SPD telah terjadi delapan kali. Namun, koalisi empat tahun terakhir mengakibatkan hasil pemilu terburuk bagi kedua pihak.
SPD sejak awal menyatakan ingin menjadi oposisi. Namun, kebuntuan politik menekan SPD untuk ikut bertanggung jawab.
”Pertanyaan besarnya, siapa yang akan menjadi pemilih SPD di masa depan? Dalam koalisi lalu, GroKo kehilangan 14 persen suara. Hasil itu menunjukkan bahwa koalisi tidak boleh terulang,” kata Kevin Kuehnert (28), ketua generasi muda SPD.
Sejumlah tokoh SPD mengajukan alternatif baru, yaitu koalisi kerja sama atau cooperation coalition (KoKo). Lewat KoKo, kedua partai membentuk pemerintahan dengan kesepakatan pada sejumlah isu, sedangkan untuk beberapa isu lain yang kontroversial diserahkan pada proses perdebatan di parlemen.
Wakil Ketua CDU Julia Kloeckner menentang ide itu. ”Itu kesepakatan setengah hati. Tinggal pilih ingin memerintah atau tidak,” ucapnya.