PHNOM PENH, JUMAT — Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, Jumat (15/12), menantang Amerika Serikat dan Uni Eropa untuk membekukan aset para pemimpin Kamboja. Hal itu dilakukan di tengah tekanan terhadap pemerintahan Hun Sen yang dilakukan kubu oposisi dan kelompok masyarakat sipil.
Hun Sen telah memimpin Kamboja lebih dari tiga dekade. Ia mengambil sikap anti-Barat menjelang pemilihan umum tahun depan. Ia antara lain mengkritik partai oposisi yang dikatakannya telah menerima bantuan dana dari Barat.
AS dan Uni Eropa telah menghentikan pemberian dana bagi pelaksanaan pemilu di Kamboja. Washington juga tak mengizinkan penerbitan visa bagi sejumlah pemimpin Kamboja.
Sejauh ini tak ada usulan pembekuan aset, baik dari AS maupun UE, tetapi ide itu dimunculkan sejumlah anggota parlemen Kamboja. ”Saya tantang UE dan AS untuk membekukan aset kekayaan para pemimpin Kamboja di luar negeri,” kata Hun Sen di depan atlet olahraga Kamboja di Phnom Penh.
Hun Sen menyatakan tidak memiliki harta di luar negeri. Sehingga langkah apa pun yang dilakukan AS dan UE, tidak akan menyakiti dirinya.
Sejauh ini belum ada komentar dari pihak Kedutaan Besar AS di Phnom Penh. Adapun Duta Besar UE di Kamboja George Edgar mengatakan, sejauh ini tidak ada keputusan apa pun, termasuk soal pembekuan aset itu.
Mahkamah Agung Kamboja membubarkan partai oposisi di negeri itu, Partai Penyelamat Nasional Kamboja (CNRP), bulan lalu. Hal itu dilakukan sesuai permintaan pemerintah.
Sejumlah analis melihat pembubaran partai oposisi CNRP sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk melanggengkan kekuasaan, dengan menghapus lawan potensial pada pemilu 2018.
Hun Sen juga menuduh Kem Sokha, pemimpin CNRP, didanai AS dalam aksi antipemerintah yang dipimpinnya. Tuduhan ini dibantah kubu oposisi dan AS.
China yang adalah donor terbesar Kamboja cenderung mendukung Hun Sen. Otoritas China mengatakan menghormati hak Kamboja mempertahankan keamanan nasionalnya.