Meski AS Kurang Aktif, Perdagangan Dunia Akan Terus Melaju
Para ekonom dari MIT menyebutkan, Amerika Serikat kehilangan 2,4 juta lapangan pekerjaan akibat perdagangan dengan China.
Oleh
Simon Saragih
·3 menit baca
Ada tekanan berat pada perdagangan internasional. Ini didasarkan pada tuduhan bahwa perdagangan internasional telah memunculkan masalah bagi perekonomian.
Alasan ini menyebabkan tekanan proteksionisme mencuat terutama oleh Amerika Serikat (AS). Presiden AS Donald Trump berkali-kali mengatakan, perdagangan dunia telah merebut pekerjaan di AS.
Para ekonom dari Massachusetts Institute of Technology (MIT), misalnya, menyebutkan, AS kehilangan 2,4 juta lapangan pekerjaan akibat perdagangan dengan China. Hal itu tertulis dalam artikel berjudul The China Shock: Learning from Labor-Market Adjustment to Large Changes in Trade tulisan David H Autor, David Dorn, dan Gordon H Hanson pada kajian MIT edisi Agustus 2016.
Di samping kajian itu, ada juga pendapat bahwa otomatisasi akibat perkembangan teknologi juga menjadi penyebab hilangnya jutaan pekerjaan. Namun, dua faktor ini ditepis. ”Perdagangan dan teknologi adalah solusi bagi pembangunan dunia,” kata Dirjen Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) Roberto Azevedo pada 10 Desember di Buenos Aires, Argentina.
Secara keseluruhan, sistem perdagangan dunia tetap kuat.
Penyebab hilangnya pekerjaan diyakini bukan hanya karena perdagangan dengan negara lain atau teknologi. Ada masalah daya saing, kebijakan ekonomi yang tidak pas, hingga penuaan usia penduduk di negara maju yang selanjutnya menurunkan produktivitas.
Ketika pendukung proteksionisme menjadikan perdagangan internasional sebagai biang keladi, di sisi lain, kata Azevedo, seperti dikutip kantor berita Xinhua, 27 November, proteksionisme kini menjadi persoalan besar. Hanya saja, Azevedo mengatakan, efek proteksionisme tidak terlalu parah.
Sistem tetap kuat
Bukti lain lagi bahwa efek proteksionisme tidak akut diperlihatkan dengan fakta-fakta empiris. Sejak krisis ekonomi besar di AS tahun 2008, perdagangan dunia memang terpengaruh dengan volume menurun. Hanya saja, proteksionisme hanya menurunkan volume maksimal 5 persen.
”Secara keseluruhan, sistem perdagangan dunia tetap kuat,” ujar Azevedo.
Ini sangat berbeda saat krisis ekonomi menimpa AS pada dekade 1930-an. Ketika itu, dua pertiga perdagangan dunia lenyap atau sekitar 66 persen.
Ini sangat berbeda saat krisis ekonomi menimpa AS pada dekade 1930-an. Ketika itu, dua pertiga perdagangan dunia lenyap atau sekitar 66 persen.
Mazhab merkantilisme yang mengutamakan produk domestik sangat mencuat setelah krisis dekade 1930-an. Hasilnya, merkantilisme juga semakin menjungkalkan perekonomian AS dan Eropa. Sikap mengisolasi diri terbukti tidak menguntungkan negara mana pun.
Data WTO pun memperlihatkan, ekspor dunia tahun 2016 mencapai 15,99 triliun dollar AS. Dari jumlah itu, porsi AS sebesar 9,1 persen dan China 13,2 persen. Porsi perdagangan China terus meningkat. Hal ini menjadi faktor yang membuat AS marah, surut, dan mencoba mengganggu.
Azevedo mengakui posisi AS sedang berupaya melemahkan WTO, tetapi negara-negara lain memiliki opini berbeda. ”AS sekarang kurang aktif soal pembahasan perdagangan dibandingkan periode sebelumnya, tetapi siap berbicara,” kata Azevedo diplomatis.
Meski demikian, perdagangan akan terus melaju. Perkiraan Dana Moneter Internasional (IMF) memperlihatkan perdagangan dunia akan naik 3,6 persen pada 2017, naik dua kali dari tahun 2016.
Pakta perdagangan baru juga muncul, UE dan Jepang. Di samping China, Eropa dan kawasan lain terus bersemangat soal perdagangan.
Nicholas R Lardy, peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, mempertanyakan sikap proteksionisme AS. Bahkan, Lardy juga mempertanyakan serangan AS terhadap China soal perdagangan dunia.
”Saya tidak tahu apa hasil yang akan dicapai AS, tetapi saya kira ada kesempatan baik bagi China untuk berjaya. Mungkin inilah alasan elegan AS untuk mundur,” kata Lardy, seperti dikutip harian The New York Times edisi 29 November.
Dikatakan mundur tidak saja dari diskusi soal perdagangan dunia, tetapi juga kemungkinan dari WTO. Hanya saja, Azevedo begitu yakin bahwa perdagangan dunia akan terus berlanjut walau AS menyurut. (REUTERS/AP/AFP)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.