SEOUL, SELASA — Uang virtual senilai 87 juta dollar AS atau Rp 1,2 triliun dilaporkan telah dicuri peretas dari sejumlah pedagang di Korea Selatan. Salah satu korbannya, yakni Youbit, Selasa (19/12), menyatakan bangkrut akibat pencurian itu.
Peretasan tersebut menambah daftar kekhawatiran di tengah lonjakan minat masyarakat dunia terhadap mata uang virtual. Nilai bitcoin melesat tajam pada 2017. Uang virtual itu kemarin diperdagangkan sekitar 19.104 dollar AS per bitcoin. Padahal, pada awal tahun 2017, nilainya kurang dari 1.000 dollar AS.
Youbit di Seoul mengatakan, 17 persen asetnya hilang akibat peretasan. Akan tetapi, juru bicara perusahaan itu tidak menyebutkan berapa nilai total asetnya. Youbit hanya mengumumkan, seluruh aset pelanggan akan dipangkas 25 persen.
Youbit pernah dilaporkan kehilangan 4.000 bitcoin dalam peretasan pada awal 2017. Setelah itu, mereka kembali melaporkan mengalami peretasan.
Badan Keamanan Internet (KISA) dan Badan Intelijen Nasional (NIS) Korsel menerima laporan mengenai beberapa peretasan lain. Selain Youbit, perusahaan pedagang mata uang virtual Korsel, yakni Coinis dan Bithumb, juga diretas. Perusahaan ini diperas 5,5 juta dollar AS dengan imbalan data pelanggan yang berhasil dicuri akan segera dihapus.
Korea Utara
KISA dan NIS dilaporkan menemukan indikasi jejak peretas mengarah ke Korea Utara. Juru bicara Youbit menyinggung pula keterlibatan peretas Korut dalam kebangkrutan perusahaan itu.
Juru bicara Kementerian Penyatuan Korea Selatan, Baik Tae-hyun, menyatakan, Korsel masih menyelidiki dugaan keterlibatan Korut dalam peretasan untuk mencuri uang virtual. ”Kami terus memantau hal-hal terkait bitcoin. Kami meyakini, Korut terlibat dalam serangkaian aksi untuk mengatasi dampak sanksi,” ujarnya.
Korut sedang menghadapi sanksi ekonomi akibat melakukan uji coba nuklir dan rudal balistik. Sanksi bertujuan membuat Korut tak mampu lagi mengembangkan persenjataan.
Sebelum ini, Seoul pernah menuding Pyongyang memiliki 6.000 peretas untuk menyerang pemerintah dan militer Korsel. Pemerintah AS juga menuding Korut sebagai dalang peretasan global pada pertengahan 2017.
Korut dituding mendalangi program pemerasan WannaCry yang mengunci ribuan komputer di banyak negara. Peretas baru akan membuka kunci jika pemilik komputer membayar sejumlah tebusan. Peretas meminta bitcoin sebagai tebusan.
Risiko
Peretasan itu menambah alasan regulator di sejumlah negara mengingatkan risiko mata uang virtual. Otoritas Moneter Singapura (MAS) menyebutkan, tidak ada penjaminan apa pun terhadap mata uang virtual.
Investor harus menanggung sendiri kerugian jika terjadi kasus seperti Korsel. ”MAS mengimbau investor untuk sangat berhati-hati dan memahami risiko yang amat besar jika berinvestasi di mata uang virtual,” tulis MAS dalam pernyataannya.
Seperti di sejumlah negara, banyak warga Singapura tergoda untuk berinvestasi bitcoin. Kenaikan nilai mata uang virtual menjadi pemicu utama minat masyarakat.
Saat diluncurkan pada 2009, nilai 1 bitcoin hanya 0,39 dollar AS dan menembus 1.000 dollar AS pada Februari 2017. Pada 18 Desember 2017, 1 bitcoin bernilai 19.500 dollar AS. Nilainya terus melonjak sejak pasar derivatif dan komoditas di Chicago, AS, menjadikan bitcoin sebagai salah satu komoditas bursa itu.
MAS menuding penyebab utama lonjakan nilai adalah spekulasi. Investor diimbau waspada pada penurunan nilai mata uang virtual secara mendadak, seperti juga lonjakan nilainya yang terjadi dalam waktu amat singkat.
Adapun Kementerian Keuangan dan Bank Sentral Perancis menginginkan pembahasan aturan mata uang virtual di tingkat internasional. Kementerian Keuangan Perancis merencanakan untuk membawa masalah itu ke dalam pertemuan G-20 di Argentina, April 2018.
Pertimbangannya, ada indikasi mata uang virtual dipakai menjadi cara pendanaan ilegal. Gubernur Bank Sentral Perancis Francois Villeroy de Galhau mengatakan, aturan itu hanya mungkin terbentuk jika ada kesepakatan internasional. Bank sentral Uni Eropa, AS, Korsel, dan Denmark mengingatkan investor untuk menjauhi bitcoin.