Sebagaimana diwartakan, Pemerintah Arab Saudi mengumumkan pencegatan peluru kendali di dekat Riyadh, Selasa (19/12). Saudi menyebut rudal itu ditembakkan dari Yaman. Mereka menuding pemberontak Houthi di Yaman sebagai pihak yang melepaskan rudal itu.
Serangan rudal Houthi tersebut merupakan yang kedua kalinya dalam dua bulan terakhir. Awal November lalu, Houthi menembakkan rudal ke dekat Bandar Udara King Khalid, Riyadh, yang juga berhasil dicegat Saudi.
Kubu Houthi mengklaim serangan rudal Selasa lalu itu untuk menandai 1.000 hari operasi militer pasukan koalisi pimpinan Arab Saudi di Yaman. Operasi itu dilakukan mulai Maret 2015. Jumlah korban tewas akibat operasi militer itu diperkirakan telah mencapai 10.000 orang.
”Musuh-musuh memiliki hitungan khayalan sendiri. Tetapi, telah lebih dari 1.000 hari, ini merupakan ketabahan yang luar biasa,” kata pemimpin Houthi, Abdel-Malek al-Houthi, dalam siaran televisi Al-Masirah.
Dalam sebulan terakhir, kelompok Houthi memperingatkan, mereka membidik obyek sasaran serangan di Arab Saudi dan UEA. Sasaran itu meliputi bandara, pelabuhan, pintu-pintu perbatasan, dan obyek penting lain.
”Hari ini, warga kami mencapai jantung di Riyadh, kerajaan Saudi, dengan serangan rudal balistik,” kata Houthi menegaskan serangannya ke Riyadh.
Houthi mengungkapkan, serangan rudal itu diarahkan pada sasaran Istana Al-Yamama, Riyadh, tempat Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud menggelar rapat pemerintahan dan menjamu tamu kenegaraan. Menurut koalisi Saudi, rudal itu diarahkan ke area permukiman dan tidak menimbulkan kerusakan.
Serangan Houthi sejatinya juga sebagai respons atas semakin intensifnya serangan udara yang dilancarkan koalisi pimpinan Arab Saudi mulai 4 Desember. Serangan tersebut gencar setelah terbunuhnya mantan Presiden Ali Abdullah Saleh, yang saat itu ingin menjalin kontak dengan Saudi, di tangan Houthi.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan keprihatinan mendalam atas berlanjutnya kekerasan di Yaman. Serangan-serangan udara diperkirakan berakibat fatal bagi keselamatan warga sipil. Apalagi, pada saat bersamaan, milisi pro-pemerintah Yaman juga menggencarkan serangan kepada Houthi. Mereka mengambil alih kembali wilayah Provinsi Hodeida di pesisir Laut Merah. Menurut sumber pemerintah, 14 anggota milisi pemerintah tewas dalam periode itu.
Tekanan pada Iran
Arab Saudi dan Amerika Serikat menuduh Iran telah menyuplai rudal kepada milisi Houthi. Rudal itulah yang diduga digunakan untuk menyerang Riyadh. Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley menyatakan, pihaknya menemukan tanda rudal buatan Iran pada rudal balistik yang digunakan Houthi menyerang Riyadh, awal November lalu.
AS memberi pertimbangan dan mendesak Dewan Keamanan PBB agar memberikan sanksi atas Teheran. Menurut Haley, serangan Selasa lalu harus menjadi tanda bahaya bagi DK PBB, khususnya jika ternyata ditemukan keterkaitan Rusia sebagai sekutu Iran dalam operasi Houthi.
”Kita bisa menjatuhkan sanksi kepada Iran sebagai respons pelanggaran yang jelas dilakukan atas embargo senjata yang berlaku atas Yaman,” kata Haley.
Departemen Luar Negeri AS menyatakan, Washington sangat terganggu dengan aksi Houthi yang didukung Iran. Sebagaimana Arab Saudi, Pentagon pun menyambut baik kerja sama kedua pihak dalam menghadapi kemungkinan serangan berikutnya dari kelompok Houthi. Pentagon ingin memastikan Riyadh memiliki sumber daya yang cukup untuk mempertahankan wilayahnya dari serangan pihak luar.
Teheran di sisi lain membantah keras tuduhan AS dan sekutunya. Selain menyatakan tak berhubungan dengan Yaman, Teheran menyebut, dengan kondisi Yaman yang diblokade, pengiriman senjata tidak mungkin dilakukan.
”Tidak ada hubungan senjata apa pun antara kami dan Yaman,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran Bahram Ghasemi. (AP/AFP/REUTERS/BEN)