Penasihat Presiden Palestina Urusan Hubungan Internasional Nabil Shaath, seperti dikutip harian Al Hayat edisi Senin (25/12), mengungkapkan, Rusia dan China meminta agar digelar pertemuan internasional pendahuluan untuk mencari dan menentukan mekanisme baru proses perdamaian Timur Tengah sesuai dengan resolusi PBB.
Menurut Shaath, Rusia secara prinsip siap bekerja sama dengan China dan Eropa menjadi sponsor perdamaian Timur Tengah dengan payung PBB.
Ia juga menyampaikan, Rusia sudah memahami bahwa proses perdamaian Timur Tengah seharusnya tidak dimonopoli AS lagi, yang tidak menghasilkan apa-apa selama lebih dari 20 tahun. Demikian dilaporkan wartawan Kompas, Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir.
”Kami siap menjadi mediator yang jujur,” kata Vladimir Safronkov, Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB, seperi dikutip Associated Press, pekan lalu. ”(Rusia juga akan) Terus mendorong semua pihak di Palestina untuk menyelesaikan perselisihan internal secepat mungkin.”
Dua delegasi Palestina berkunjung ke Rusia dan China, pekan lalu, dalam upaya mencari dukungan bagi dibentuknya sponsor perdamaian baru di bawah payung PBB atau masyarakat internasional sebagai ganti dari peran sponsor AS selama ini.
Delegasi Palestina yang berkunjung ke China dipimpin anggota Komite Eksekutif PLO, Ahmed Majdalani, dan delegasi Palestina yang berkunjung ke Rusia dipimpin Nabil Shaath. Presiden Palestina Mahmoud Abbas sendiri bertemu Presiden Perancis Emmanuel Macron, Jumat lalu.
Dijadwalkan, Dewan Sentral PLO akan menggelar pertemuan pada pertengahan Januari mendatang di Ramallah untuk mengevaluasi dan sekaligus mengambil kebijakan sebagai reaksi atas keputusan Presiden Trump terkait kota Jerusalem.
Dewan Sentral PLO adalah lembaga tertinggi di jajaran lembaga PLO. Anggota Komite Sentral Faksi Fatah, Azzam Ahmed, mengungkapkan, salah satu opsi keputusan yang akan diambil Dewan Sentral PLO adalah mengumumkan negara Palestina di tanah tahun 1967 yang berada di bawah pendudukan Israel.
Permukiman baru
Israel juga bergerak untuk memperkuat keputusan Trump yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel. Pemerintahan PM Benjamin Netanyahu kini sedang mematangkan proyek pembangunan 300.000 unit permukiman Yahudi di Jerusalem Timur dan Tepi Barat.
Menteri Israel Urusan Perencanaan Pembangunan dan Kependudukan Yoav Galant kepada stasiun televisi Israel, Saluran 10, mengatakan, rencana pembangunan 300.000 unit permukiman Yahudi di area Jerusalem Raya bertujuan memperkuat kontrol kaum Zionis atas kota Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Menurut Galant, pembangunan permukiman Yahudi baru tersebut mencakup pembangunan infrastruktur jalan, taman umum, dan pusat perbelanjaan.
Kementerian Luar Negeri Palestina dalam keterangan persnya yang dikutip kantor berita Turki, Anadolu, mengecam keras rencana Israel membangun 300.000 unit permukiman Yahudi itu.
Kemlu Palestina menyebut pembangunan permukiman Yahudi baru itu sebagai bagian dari pelaksanaan keputusan Trump yang mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel.
Menurut Kemlu Palestina, pembangunan permukiman Yahudi itu hanya memperkuat pendudukan Israel atas Jerusalem dan memisahkan kota itu dari wilayah Palestina sekitarnya.
Guatemala ikuti AS
Terkait Jerusalem, Guatemala mengumumkan akan memindah kantor kedubesnya dari Tel Aviv ke Jerusalem. Negara di Amerika Tengah itu merupakan negara kedua setelah Amerika Serikat yang akan memindah kantor kedubesnya ke Jerusalem. Dalam voting di Majelis Umum (MU) PBB terkait resolusi tentang status Jerusalem, Kamis lalu, Guatemala adalah satu dari sembilan negara yang menolak resolusi.
Romania juga menyampaikan keinginan memindahkan kantor kedubesnya dari Tel Aviv ke Jerusalem. Negara Eropa timur itu adalah salah satu dari 35 negara yang abstain ketika voting suara di forum MU PBB, Kamis lalu.