Pemimpin oposisi, Bill Shorten, pernah berseloroh, sistem penyaringan Partai Buruh bagi seseorang untuk menjadi anggota parlemen lebih baik daripada partai koalisi yang sedang berkuasa. Itu ketika satu demi satu anggota parlemen dari pemerintahan Malcolm Turnbull gugur diterpa isu kewarganegaraan ganda yang muncul pertengahan tahun ini.
Undang-undang dasar Australia yang telah berusia 116 tahun tak memperbolehkan anggota parlemen memiliki kewarganegaraan ganda. Padahal, separuh dari 24 juta penduduk Australia lahir di luar negeri atau memiliki orangtua imigran.
Shorten tentu tidak tahu, bakal ada anggota parlemen dari partainya sendiri yang juga diteliti pengadilan tinggi karena ditengarai memiliki kewarganegaraan ganda. Ketika akhirnya dua dari sembilan anggota parlemen yang disidik pengadilan ternyata berasal dari Partai Buruh, Shorten merespons dengan meminta agar semua anggota parlemen diselidiki status kewarganegaraannya. Ini berarti 150 anggota parlemen ditambah 76 anggota senat.
Isu ini belum sepenuhnya tuntas karena banyak anggota yang memiliki kewarganegaraan asing, seperti Inggris, Selandia Baru, Yunani, dan Lebanon.
Di pihak lain, Turnbull juga pernah berseloroh sebelum ia menjatuhkan Tony Abbott dalam ”kudeta” internal partai, dua tahun lalu. Perdana menteri yang kalah terus dalam jajak pendapat selama 30 kali berturut-turut tak layak menduduki jabatannya, kata Turnbull ketika itu merujuk pada Abbott.
Kini, Turnbull tersengat ucapannya sendiri. Ia sudah 25 kali kalah dalam jajak pendapat. Jika ia terus kalah, para pengamat memperkirakan, Turnbull akan mencapai angka 30 sekitar Maret tahun depan. Turnbull bahkan menyatakan, ia menyesal sudah mengeluarkan pernyataan seperti itu.
Titik terendah
Dua isu di atas hanyalah segelintir dari berbagai isu lain yang mewarnai panggung politik Australia dan, seperti biasa, publik tak terlalu peduli. Maklum, pamor politisi di Australia sudah lama telanjur meluncur ke titik terendah. Terlebih sesudah Abbott berhasil menumbangkan Kevin Rudd dalam pemilu 2013 dengan strategi menyerang setiap inisiatif Rudd secara membabi buta, strategi yang tampaknya sekarang dimainkan Shorten.
Akankah Turnbull bertahan sampai Maret jika saja jajak pendapat terus menempatkannya di bawah? Turnbull tampaknya akan tetap eksis.
Jajak pendapat tak selalu harus berdampak pada pergantian perdana menteri, apalagi setelah Abbot—tokoh kunci yang dianggap paling mampu menjatuhkan Turnbull dari dalam—sudah menurun pamornya.
Walaupun demikian, tahun ini merupakan tahun yang sulit bagi Turnbull karena berkali-kali kedudukannya terancam. Bahkan, ia pernah diminta mundur oleh John Barilaro, Wakil Menteri Besar New South Wales.
Wakil Turnbull, Barnaby
Joyce, juga pernah dicampakkan dari posisinya karena kasus kewarganegaraan ganda. Joyce, yang juga pemimpin Partai Nasional, merupakan partner utama Turnbull.
Namun, sampai ke akhir tahun, Turnbull masih mempertahankan keunggulan tipis di parlemen, hal yang pernah membuatnya galau. Ia terbantu oleh keberhasilannya menuntaskan isu pernikahan sesama jenis yang gaduh, mengurangi angka pengangguran, dan menjanjikan pengurangan utang dalam anggaran belanja negara.
Turnbull juga menyuntikkan darah baru ke kabinetnya dalam perombakan kabinet, minggu lalu, dengan memasukkan banyak tenaga muda berbakat. Masuknya dua politisi muda asal Queensland ke dalam kabinet Turnbull menandakan ia agak risau dengan hasil pemilihan menteri besar di negara bagian itu, bulan lalu, yang dimenangi Annastacia Palaszczuk dari Partai Buruh. Palaszczuk bahkan menjadi perempuan pertama yang berhasil dipilih sebagai menteri besar dua kali berturut-turut.
Pemerintah Australia memang punya tradisi merombak kabinet sebelum tahun yang baru, tetapi Turnbull melakukannya sekaligus untuk mendongkrak citranya. Tampaknya Turnbull masih bisa tidur nyenyak ketika tahun baru menjelang.
(Harry Bhaskara, Koresponden Kompas, dari Brisbane, Australia)