Aktivis HAM China Dihukum 8 Tahun
Wu Gan diciduk pada Mei 2015 saat Pemerintah China melakukan pembungkaman besar-besaran terhadap para aktivis yang vokal di media sosial dan media massa. Operasi itu dikenal dengan tajuk 709, atau 9 Juli 2015, saat pertama kali para aktivis itu diketahui hilang.
Dalam operasi pembungkaman, otoritas China menahan sedikitnya 200 aktivis yang oleh Partai Komunis China dituduh terlibat aktivitas ”sensitif”.
Wu Gan ditahan setelah melakukan perjalanan ke tenggara Nanchang untuk mendesak seorang hakim yang tidak mengizinkan pengacara memiliki akses pada dokumen terkait perkara yang dibelanya. Wu ditahan setelah melakukan aksi protes dengan membentangkan spanduk yang mengecam hakim itu.
Wu Gan selama ini sering memberikan advokasi terhadap warga masyarakat yang mengalami perlakuan tidak adil dalam proses hukum. Ia juga lantang menyampaikan kritik terhadap sistem politik di China dan kerap melakukan unjuk rasa di jalanan.
Dalam pernyataannya, pengadilan Tianjin mengatakan, Wu Gan tidak puas dengan sistem pemerintahan yang ada saat ini dan hal itu mendorongnya memunculkan sejumlah gagasan subversif terhadap negara.
”Dengan memoles sejumlah kejadian, Wu menyerang sistem nasional yang menjadi basis otoritas negara dan konstitusi. Wu juga menyebarkan kabar bohong dan menghina pihak lain di media sosial,” ungkap hakim.
Wu yang berpenampilan plontos dan berkacamata dikenal keras dalam membela kasus-kasus HAM. Ia menyebut dirinya butcher (algojo) sebagai simbol perlawanan kepada otoritas.
Ditebus dengan kebebasan
Para aktivis HAM menilai perjuangan Wu untuk membela HAM menjadi ironi karena harus ditebus dengan kebebasannya. ”Dengan keberanian yang luar biasa, Wu Gan mempertontonkan apa yang disebut sebagai pengadilan atas dirinya. Hal ini akan semakin menginspirasi banyak orang untuk menentang pemerintahan yang kelihatannya kuat, tetapi sebetulnya tak memiliki otoritas terhadap rakyatnya,” kata Wu Yuren, aktivis yang menjadi teman Wu Gan.
Patrick Poon, peneliti China di Amnesty International, menyebut Wu Gan sebagai sosok yang bertindak nyata untuk mendukung para pegiat HAM dan membela sejumlah kasus penting HAM di luar pengadilan.
Pengacara Wu Gan, Yan Xin, menyampaikan, hukuman berat yang dijatuhkan itu menjadi ”contoh” bagi aktivis lain. ”Sangat jelas bahwa Wu dijatuhi hukuman yang sangat berat karena ia menolak mengaku bersalah,” kata Yan Xin.
Kontras
Berbeda dengan kasus Wu Gan, pengadilan China di Changsa menjatuhkan hukuman yang ringan kepada pengacara HAM Xie Yang. Hal ini terjadi setelah ia mengaku bersalah telah melakukan tindakan subversif terhadap negara.
Seperti juga Wu Gan, Xie Yang adalah aktivis yang hilang dalam operasi pembungkaman oleh otoritas China. Xie merupakan pengacara dari sejumlah kasus sensitif, antara lain kasus pembelaan aktivis demokrasi Hong Kong.
Menurut surat kabar Xinhua, pengadilan menyebut Xie telah lama dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan anti-China. Xie dituduh melakukan sejumlah perjalanan ke luar negeri untuk mendapatkan pelatihan oleh kekuatan-kekuatan anti-China. Xie juga dituduh menjalin hubungan dengan organisasi subversif baik di dalam maupun di luar negeri.
Ia sebelumnya mengatakan, polisi menggunakan pendekatan kekerasan terhadap dirinya, antara lain membuat dirinya kekurangan waktu tidur (sleep deprivation). Polisi disebutkannya juga melakukan interogasi dalam waktu panjang, pemukulan, ancaman mati, dan penghinaan.
Namun, di pengadilan, Selasa (26/12), Xie membantah dirinya telah disiksa. Dalam video, Xie berkata, ”Dalam masalah penyiksaan, saya telah menyesatkan publik. Oleh karena itu, saya meminta maaf.”
Menurut pengadilan, Xie tidak akan dijatuhi hukuman kriminal karena telah melakukan pengakuan penuh atas kesalahannya. Xie juga menyatakan dirinya menerima putusan pengadilan dan tidak akan mengajukan banding.
Patrick Poon menilai, langkah yang dilakukan otoritas China itu memalukan karena membuat putusan pengadilan terhadap Wu Gan dan Xie Yang hanya sehari setelah perayaan Natal, saat publik, diplomat, dan wartawan umumnya kesulitan memberikan respons.
”Dengan mencoba menghindar dari perhatian media dan komunitas internasional, Pemerintah China memperlihatkan, pengadilan ini hanya pengadilan palsu,” kata Poon. (AP/AFP/REUTERS/MYR)