TAIPEI, SELASA — Taiwan menyatakan, latihan militer yang sering dilakukan oleh China sangat mengancam. Sejak Oktober tahun lalu, setidaknya China menggelar 16 kali latihan militer di dekat perbatasan.
Kekhawatiran ini diungkapkan Taiwan dalam tinjauan militer tahunan yang dikeluarkan pada Selasa (26/12). Dalam laporan itu, Kementerian Pertahanan Taiwan menampilkan frekuensi Angkatan Udara China mengadakan latihan di dekat Taiwan sejak Oktober tahun lalu. Latihan udara ini melibatkan pesawat tempur dan pengebom.
Dari 16 kali latihan, sebanyak 15 latihan di dilakukan dengan terbang melalui Selat Bashi yang memisahkan Taiwan dengan Filipina dan dekat Pulau Miyako, Jepang. Awal Desember, jet-jet China terbang di atas Laut Jepang.
Media Taiwan memperkirakan, pesawat China telah melakukan sedikitnya 20 kali latihan di sekitar Taiwan tahun ini, meningkat dibandingkan delapan kali latihan pada 2016.
Angkatan Udara China mengatakan, ini merupakan latihan pesawat pertama yang terbang melintas di atas Selat Tsushima yang terletak di antara Korea Selatan dan Jepang. Pada Januari lalu, China mengirim kapal induk Liaoning di dekat Selat Taiwan dalam latihan guna mempertontonkan kekuatan negara ini.
Berulang kali China menyatakan, latihan-latihan yang mereka lakukan merupakan hal rutin. Sejak Presiden Taiwan Tsai Ing-wen berkuasa pada tahun lalu, China memperbanyak latihan. Tsai menolak mengakui Taiwan sebagai bagian dari China. Dia menyatakan ingin berdamai dengan China, tetapi tetap ingin mempertahankan keamanan dan kehidupan warganya.
Tak sepadan
Menteri Pertahanan Taiwan Feng Shih-kuan mengatakan, perkembangan militer China yang demikian cepat merupakan ancaman. China tidak hanya mengembangkan produksi senjata, tetapi juga membangun pangkalan militer di luar negaranya.
Diperkirakan jumlah tentara China saat ini mencapai 2 juta orang, jauh lebih besar dibandingkan dengan tentara Taiwan yang berjumlah 210.000 orang. ”Anggaran pertahanan dan pengembangan militer Taiwan tak bisa dibandingkan dengan China,” demikian Feng dalam laporannya.
Rudal milik China tak hanya mampu menjangkau Taiwan, tetapi, menurut Feng, sudah mampu menempuh jarak yang lebih jauh untuk menangkal kekuatan asing. Karena itu, menurut dia, Taiwan perlu melakukan strategi pencegahan.
Di tengah ancaman militer konvensional, Taiwan tahun ini membangun pusat komando tentara maya yang meliputi sekitar 1.000 orang guna merespons peningkatan kemampuan perang elektronik China. Taiwan juga melakukan strukturisasi angkatan udara yang memiliki tujuan menciptakan sentralisasi komando antipesawat terbang dan komando pertahanan rudal.