Juru Bicara Wakil Menteri Dalam Negeri Afghanistan Nasrat Rahimi mengatakan, serangan itu menyasar Pusat Kebudayaan Tabayan yang terletak di sisi barat Kabul. Serangan itu merupakan yang terburuk sejak Oktober 2017. ”Penyerang meledakkan dirinya di tengah pertemuan di Pusat Kebudayaan Tabayan sehingga menimbulkan banyak korban,” ujarnya di Kabul.
Di gedung itu sedang diselenggarakan diskusi peringatan 38 tahun invasi Uni Soviet ke Afghanistan. Lebih dari 100 orang menghadiri perayaan itu.
Salah seorang korban, Mohammad Hasan Rezayee, mengatakan, ia menderita luka bakar di wajah. ”Kami sedang di aula waktu ada ledakan di belakang kami. Saya tak melihat pelaku. Setelah ledakan, ada asap serta api di dalam gedung dan setiap orang meminta pertolongan,” katanya.
Dari lokasi ledakan, para korban dibawa ke Rumah Sakit Istiqlal. Di sana, situasinya hiruk-pikuk dan kacau-balau. Hampir semua korban menderita luka bakar di sekujur tubuh. Tubuh mereka terluka akibat terkena serpihan benda tajam.
Lebih dari selusin jenazah dalam kondisi terbakar di sekujur tubuh terpaksa dibaringkan di lantai rumah sakit. Hal itu untuk mempermudah keluarga mengenali para korban. Peti-peti didatangkan ke rumah sakit agar korban yang sudah dikenali bisa dibawa pulang oleh keluarga.
Keluarga para korban histeris di rumah sakit itu. Sebagian memukul-mukul kepala dan menangis sembari berteriak-teriak. Bahkan ada yang sampai terguling-guling di lantai sambil menjambak rambut sendiri.
Histeria semakin menjadi-jadi pada orang yang belum menemukan atau mengetahui kabar keluarganya yang diduga menjadi korban serangan. Keluarga korban mengecam pemerintah yang dinilai gagal mencegah pembunuhan massal di jalan-jalan.
Kabul menjadi salah satu tempat paling mematikan di Afghanistan, negara yang tidak kunjung reda berkecamuk perang. Peningkatan serangan oleh Taliban dan hasrat milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) memperluas pengaruh di Afghanistan menjadi pemicu utama berbagai serangan itu.
Ledakan pada Kamis terjadi 10 hari setelah serangan bom bunuh diri di kantor badan intelijen Afghanistan. Seperti serangan pada Kamis, ledakan di kantor intelijen itu juga diklaim oleh NIIS.
Melonjak
Serangan teror bermotif agama melonjak di Afghanistan dalam dua tahun terakhir. Sasaran utamanya adalah para pengikut Syiah yang merupakan kelompok minoritas di Afghanistan. Sepanjang 2017, tercatat 11 serangan dilancarkan NIIS. Pada 2016, mereka melancarkan tiga serangan.
NIIS mulai unjuk gigi di Afghanistan sejak 2015. Mereka berkali-kali menyerang berbagai tempat di Afghanistan, terutama di Kabul. Sumber-sumber intelijen Rusia memprakirakan, ada 10.000 milisi NIIS di Afghanistan. Jumlahnya diduga terus bertambah seiring masuknya milisi NIIS yang melarikan diri dari Suriah dan Irak ke Afghanistan.
Rusia waspada
Utusan Khusus Presiden Rusia untuk Afghanistan Zamir Kabulov mengatakan, Moskwa sangat khawatir dengan peningkatan kekuatan NIIS di sisi utara Afghanistan. Wilayah itu berdekatan dengan perbatasan Afghanistan-Rusia. ”Rusia termasuk yang paling pertama mewaspadai kebangkitan NIIS di Afghanistan,” ujarnya.
Ia menuding ada helikopter gelap kerap mengantar para militan itu. Helikopter-helikopter itu juga mengangkut berbagai peralatan perang buatan negara-negara Barat. Peralatan itu lantas diterima sel-sel NIIS di Afghanistan.
Rusia mengklaim militan dekat perbatasan Afghanistan-Rusia terindikasi berasal, antara lain, dari Aljazair dan Perancis. Rusia menuding NIIS akan memfokuskan serangan di sisi selatan Rusia yang berdekatan dengan Afghanistan.
Kabulov mengatakan, Moskwa sudah berulang kali mengangkat masalah itu di berbagai forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Akan tetapi, dikatakan bahwa PBB tidak menyikapinya secara jelas. (AFP/REUTERS/RAZ)