Mattarella Desak Politisi Pikirkan Perbaikan Ekonomi
”Tugas membuat proposal yang berkualitas-realistis dan kuat harus dilakukan untuk menghadapi masalah negara kita,” kata Mattarella, Minggu (31/12), di Roma, Italia.
Dalam pidato akhir tahun itu, ia menekankan soal penyediaan lapangan kerja. Secara khusus ia menyoroti penyediaan kerja untuk penduduk usia muda.
”Pekerjaan masih menjadi masalah pokok dan isu sosial paling serius, khususnya untuk pemuda,” ujarnya.
Saat ini sebanyak 35 persen pemuda Italia tidak bekerja. Sementara untuk total populasi, 11 persen warga Italia menganggur.
Pengangguran tinggi merupakan salah satu dampak dari kondisi perekonomian Italia yang belum sepenuhnya bangkit setelah krisis utang Eropa pada 2011. Bersama Yunani, Italia merupakan anggota Uni Eropa dengan utang terbesar dan menjadi pusat krisis pada tahun 2011.
Dalam tujuh tahun terakhir, perekonomian Italia memang tumbuh relatif baik pada 2017. Akan tetapi, apabila dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa lainnya, perekonomian Italia dapat disebut tidak bergerak atau setidaknya bergerak amat rendah.
Menjelang pemilu awal Maret, partai-partai memang sudah menyodorkan rencana perbaikan ekonomi. Partai Demokrat yang berkuasa di Italia menjanjikan paket pemotongan pajak bernilai 50 miliar euro. Sementara kelompok kanan tengah, Forza Italia, menginginkan Italia meninggalkan euro dan kembali ke lira, mata uang Italia sebelum euro.
Forza Italia, partai bentukan mantan Perdana Menteri Italia dan mantan pemilik klub sepak bola AC Milan, Silvio Berlusconi, menyodorkan rencana penggunaan lira khusus untuk keperluan dalam negeri. Selain itu, Forza Italia juga ingin tarif tetap untuk pajak pendapatan.
Sementara Pergerakan Lima Bintang malah menyorongkan ide lebih ekstrem. Mereka ingin Italia mengikuti Inggris, menggelar referendum soal keanggotaan Italia di Uni Eropa. Referendum dilakukan jika Uni Eropa menolak mengendurkan aturan fiskal.
Semua janji itu ditawarkan untuk menarik calon pemilih menjelang pemilu Maret. Dalam sejumlah jajak pendapat, ada indikasi tidak satu partai pun akan menjadi mayoritas di parlemen.
Kondisi itu membuka potensi Mattarella mengintervensi proses politik setelah pemilu. Dalam sistem ketatanegaraan Italia, presiden lebih banyak berperan untuk tugas-tugas seremonial. Meskipun demikian, presiden masih punya kewenangan menunjuk perdana menteri dan membubarkan parlemen. Pekan lalu, Mattarella membubarkan parlemen untuk persiapan pemilu.
Rapuh
Menjelang pemilu, aliansi yang dibentuk Berlusconi diprediksi akan mendapat kursi terbanyak di parlemen. Akan tetapi, perolehan kursinya diprediksi belum memenuhi syarat minimal untuk membentuk pemerintahan.
Parlemen Italia terdiri dari 630 anggota DPR dan 315 senator. Untuk membentuk pemerintahan, partai atau koalisi partai harus didukung oleh minimal 316 anggota DPR dan 158 senator.
Dalam sejumlah jajak pendapat, Forza Italia diprediksi meraih 16 persen suara. Sementara mitra koalisinya, Liga Utara dan Persaudaraan Italia, diperkirakan mendapat masing-masing 14 persen dan 5 persen.
Adapun Pergerakan Lima Bintang diprediksi mendapat 27 persen dan Partai Demokrat 24 persen. Dengan kondisi itu, akan sulit membentuk pemerintahan sesuai aturan Italia.
Koalisi di Italia juga tidak mudah dan sangat cair. Akibatnya, pemerintahan di Italia begitu mudah bubar ketika koalisi pendukung pemerintah kekurangan syarat minimal di parlemen.
Sejak menjadi republik pada 1948, sudah 65 perdana menteri memimpin Italia. Dengan demikian, secara rata-rata, setiap perdana menteri hanya bertugas kurang dari 13 bulan.
(Reuters/raz)