Mashhad
Apakah demonstrasi yang bermula di Mashhad, Khorasan, ini akan meluas dan membakar seluruh Iran?
James Baillie Fraser, pada tahun 1813 meninggalkan kampung halamannya di Skotlandia bertolak menuju Kolkata (Kalkuta) India. Di kota itu, ia menjalankan usaha bisnis perdagangan. Namun, ia hanya bertahan dua tahun karena gagal. Pada tahun 1815, ia bergabung dengan saudaranya laki-laki, William Fraser, melakukan ekspedisi untuk menemukan mata air Sungai Gangga dan Jamuna. Ia mendokumentasikan perjalanannya menembus Pegunungan Himalaya yang bersalju. Buku perjalanannya itu diterbitkan pada tahun 1820.
Setelah melakukan ekspedisi bersama kakaknya, pada tahun 1821 James Baillie Fraser menemani Dr Andrew Jukes dari East India Company melakukan misi diplomatik ke Persia. Jukes meninggal di Isfahan pada akhir 1821, tetapi Fraser melanjutkan perjalanannya dan mengunjungi Teheran, Mashhad, Tabriz, dan sejumlah kota lainnya sebelum pulang ke London (James B Fraser: 1825).
Dalam bukunya diceritakan tentang daerah yang disebut Khorasan (Khorasn). Daerah bersejarah ini, Khorasan, dahulu wilayahnya meliputi negara-negara yang sekarang bernama Iran, Afghanistan, Tajikistan, Turkmenistan, dan Uzbekistan. Di wilayah inilah ada kota-kota Muslim yang terkenal pada masanya, yakni Nishapur, Tus, Herat, Balkh, Kabul, Ghazni, Merv, Samarqand, Bukhara, dan Khiva.
Khorasan inilah yang disebut sebagai ”tempat matahari terbit”. Disebut demikian karena kata Khorasan yang berasal dari bahasa Persia, yakni khor berarti matahari dan asan yang berarti tempat terbit. Jadi, Khorasan berarti tempat matahari terbit (Aniba Israt Ara dan Arshad Islam).
Arti kata Khorasan mirip dengan kata levant (masuk dalam bahasa Inggris sekitar abad ke-15 dari bahasa Perancis yang diambil dari bahasa Italia, levante, yang berarti terbit (naik). Levant dalam bahasa Arab adalah mashriq yang berarti tanah di mana matahari terbit. Istilah levant untuk menyebut wilayah Mediterania bagian timur, termasuk Yunani, Anatolia, Palestina-Suriah (sekarang Suriah, Palestina, Israel, Jordania) dan Mesir. Pada akhirnya, hanya untuk menyebut Palestina-Suriah dan Mesir.
Kisah tentang Khorasan ini mulai disebut-sebut lagi sejak 28 Desember 2017 setelah pecah demonstrasi di Mashhad (738 kilometer timur laut Teheran) yang kini menjadi ibu kota Provinsi Khoraasan-e Razavii. Provinsi Khorasn-e Razavi adalah salah satu dari tiga provinsi di Khorasan Raya yang lahir sejak tahun 2004. Demonstrasi di Mashhad inilah yang kemudian merembet ke sejumlah kota di Iran, antara lain Qom (127 kilometer selatan Teheran), kota tersuci di Iran yang juga disebut kotanya Ayatollah Rohullah Khomeini. Dari kota inilah Revolusi 1979 bermula.
Demonstrasi menular ke Najafabad (sekitar 702 kilometer selatan Teheran). Aksi protes lalu meledak di Rasht (241 kilometer sebelah barat laut Teheran, dekat dengan Laut Kaspia), ibu kota Provinsi Gilan. Lalu, protes terjadi juga di Khoramabad (sekitar 373 kilometer barat daya Teheran, ibu kota Provinsi Lorestan). Lorestan yang berada di wilayah pegunungan dikenal sebagai penghasil buah-buahan, padi dan tanaman bijian lainnya, serta wol.
Apakah demonstrasi yang bermula di Mashhad, Khorasan, ini akan meluas dan membakar seluruh Iran? Apakah, tuah Khorasan, yang catatan sejarahnya demikian tebal, akan mampu meruntuhkan kekuasaan di Teheran? Apakah Mashhad akan menjadi pencetus api perlawanan yang membakar negara seperti Alexandria yang mengawali Musim Semi di Mesir atau Sidi Bouzid yang menghanguskan kekuasaan Zine al-Abidine Ben Ali di Tunis, Tunisia, atau seperti Dera’a yang menghancurkan Suriah. Semua itu adalah kota-kota yang jauh dari pusat kekuasaan. Namun, di kota-kota yang jauh dari tangan kekuasaan, yang jauh dari kemewahan itu, ketidakadilan sangat dirasakan rakyat kecil; dan perlawanan bermula.
Demonstrasi dan akhirnya menjadi revolusi di Tunisia yang diawali di Sidi Bouzid dipicu oleh angka pengangguran yang tinggi, kurangnya kebebasan politik seperti kebebasan bersuara, kondisi kehidupan yang parah, dan sangat terasanya ketidakadilan, sementara di ibu kota negara, Zine al-Abidine Ben Ali dan keluarga beserta kaki tangannya mengeruk kekayaan negara dan hidup bermewah-mewah. Yang terjadi di Mesir tidak jauh berbeda; angka pengangguran tinggi, harga kebutuhan pokok mahal, dan korupsi merajalela di kalangan elite politik.
Rasa frustrasi rakyat telah menumbangkan rezim otokrasi yang korup, rezim penindas, rezim pengekang.
Kini di Mashhad yang dahulu pernah menjadi daerah kekuasaan Emperium Achaemenid-nya Cyrus Agung pada abad ke-6 SM dan Darius Agung, lalu Macedonia (808-300 SM) dengan Aleksander Agung, Seleucid (323-63 SM), Parthian (247 SM - 224 M), Kushan (175 SM-127 M), dan akhirnya Sassanid (224-651), pergolakan itu bermulai. Dari bumi Khorasan pula dahulu Buddhisme disebarkan ke China dan Jepang meskipun sebagian besar penduduk Khorasan tetap penganut Zoroaster.
Islam masuk ke Khorasan, tentu juga ke Mashhad, setelah perang Qadisiyah (635) . Di zaman Khalifah Umar Ibn al-Khattab (634-644), pasukan Muslim mengalahkan Yezdigird III, raja Sassanian terakhir dalam pertempuran Nihayand (642). Kisah Khorasan masih panjang, mewarnai wajah Mashhad.
Yang paling penting bagi kaum Syiah adalah di Mashhad karena terdapat makam Imam Ali al-Rida. Dia adalah imam kedelapan dari 12 imam dalam tradisi Syiah. Ali al-Rida adalah satu-satunya imam yang dimakamkan di tanah Iran. Karena itu, Mashhad yang terletak di lembah Sungai Kashaf yang subur menjadi daerah tujuan ziarah penting bagi kaum Syiah.
Namun, akankah dari Mashhad—kota multietnik antara lain Persia, Baluchis, Daris, Hazrajati, Turkmen, Uzbek, Tajik, Kurdi, dan Lurs—akan bertiup angin perubahan di Iran? Akankah dari Mashhad yang strategis—menjadi jalur perdagangan Iran dengan Afghanistan, India, Pakistan, China, dan negara-negara Asia Tengah—akan ada lembaran sejarah baru Iran?
Kalaupun tidak tercipta sejarah baru dari Mashhad, Khorasan tetap ”tempat matahari terbit” meski tidak pernah menyinari Iran lagi.