Unjuk Rasa Berujung pada Keretakan Elite
Unjuk rasa anti-Pemerintah Iran yang meletup sejak 28 Desember lalu dan berlanjut hingga Sabtu (6/1) malam menimbulkan keretakan di kalangan elite politik Iran. Keretakan ini cukup serius.
Unjuk rasa anti-Pemerintah Iran, meskipun gelombangnya menurun, Sabtu malam lalu dilaporkan berkobar sedikitnya di dua kota. Dua kota tersebut adalah Karaj di dekat Teheran dan Mahshahr, arah selatan Ahvaz.
Otoritas Iran sejak Rabu pekan lalu menggerakkan unjuk rasa tandingan yang terus berlanjut di sejumlah kota hingga Minggu kemarin. Peserta unjuk rasa ini menyuarakan dukungan kepada pemerintah.
Pemerintah Iran secara resmi mengklaim telah berhasil meredam aksi unjuk rasa anti-pemerintah. Namun, Pemerintah Iran meyakini demonstrasi anti-pemerintah terjadi sebagai hasil dari konspirasi yang melibatkan oknum atau elemen dalam dan luar negeri.
Hal itu mendorong pemerintah mulai memanggil dan memberikan peringatan keras kepada oknum dan elemen dalam negeri yang dianggap terlibat dan menjadi pemicu unjuk rasa. Presiden Hassan Rouhani, seperti dilansir harian Al Quds Al Arabi, Minggu (7/1), memanggil paksa sejumlah tokoh politik dan ulama kubu konservatif asal kota Mashhad ke Teheran. Mashhad (738 km arah timur laut kota Teheran) merupakan titik awal berlangsungnya unjuk rasa anti-pemerintah pada
28 Desember 2017.
Di antara tokoh politik dan ulama kota Mashhad yang dipanggil ke Teheran adalah Ebrahim Raisi dan Ayatollah Alamolhoda. Raisi merupakan capres kubu konservatif yang bersaing dengan Rouhani pada pemilu presiden Mei 2017. Ia kalah dalam pilpres tersebut.
Tokoh kubu konservatif lain yang dipanggil Rouhani adalah Ayatollah Ahmad Khatami yang berasal dari kota Semnan, 216 km arah timur kota Teheran.
Bertemu pejabat
Menurut harian tersebut, pertemuan tertutup digelar di rumah pejabat tinggi dinas intelijen Iran, Asghar Mir-Hejazi, di Teheran, Jumat lalu, yang dihadiri Raisi, Alamolhoda, Ahmad Khatami, dan sejumlah pejabat pemerintahan Rouhani. Selain Asghar Mir-Hejazi, beberapa pejabat yang datang ialah Sekjen Dewan Tinggi Keamanan Nasional Ali Shamkhani dan Wakil Presiden Iran Eshaq Jahangiri.
Dalam pertemuan tertutup itu, Wapres Eshaq Jahangiri yang mewakili Presiden Rouhani dilaporkan menyampaikan surat ancaman tertulis kepada Raisi, Alamolhoda, dan Ahmad Khatami. Ancaman terdiri atas tiga butir, yaitu pertama, hentikan upaya pengerahan massa untuk menyelesaikan perbedaan pendapat. Hal itu merugikan karena akan dimanfaatkan musuh-musuh Iran di luar negeri. Kedua, Raisi dan Alamolhoda harus bertanggung jawab meredam aksi unjuk rasa di Mashhad dan sekitarnya. Ketiga, jika Raisi, Alamolhoda, dan Ahmad Khatami terus melakukan provokasi dengan mengerahkan massa, mereka akan diseret ke pengadilan untuk kemudian dipenjara.
Ali Shamkhani juga memberikan peringatan keras kepada Raisi, Alamolhoda, dan Ahmad Khatami bahwa aksi mereka terhadap pemerintahan Rouhani mengancam keamanan nasional Iran. Tindakan mereka dapat membuka
celah pada musuh-musuh Iran, seperti Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi, untuk melakukan intervensi.
Bersamaan dengan beredarnya berita pertemuan di rumah Asghar Mir-Hejazi, muncul pula berita bahwa otoritas Iran menangkap mantan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad di kota Shiraz.Ia dikabarkan kini dikenai tahanan rumah.
Ahmadinejad ditangkap atas restu Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei dengan tuduhan ikut menggerakkan aksi unjuk rasa anti-pemerintah ketika menyampaikan pidato di kota Bushahr, Iran Selatan, Kamis pekan lalu.
(Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir)