Dua Wartawan Didakwa
Wa Lone dan Soe Oo bekerja untuk kantor berita Reuters dalam liputan krisis di Negara Bagian Rakhine, yang menurut estimasi PBB, menyebabkan sekitar 655.000 warga Rohingya mengungsi akibat operasi militer Myanmar terhadap kelompok militan di wilayah itu.
”Mereka menangkap dan menindak kami karena berusaha mengungkapkan kebenaran,” kata Wa Lone kepada wartawan saat ia dan Soe Oo digiring keluar dari ruang sidang dan akan dibawa ke penjara Insein, Yangon.
Sidang pembacaan dakwaan itu berlangsung sekitar 30 menit. Hakim menyatakan, kepolisian mendakwa kedua reporter itu karena melanggar undang-undang kerahasiaan negara. Setiap orang yang memperoleh, mengumpulkan, merekam atau memublikasikan dokumen atau informasi resmi apa pun yang dinilai menguntungkan musuh akan dikenai hukuman merujuk hukum yang berlaku di Myanmar.
UU era kolonial
Khin Maung Zaw, pengacara dua wartawan itu, mengatakan, dakwaan didasarkan pada Bagian 3.1 (c) Undang-Undang Kerahasiaan Negara yang dibuat pada era kolonial Inggris. Undang-undang ini berlaku sejak 1923 saat Myanmar—saat itu bernama Burma—menjadi sebuah provinsi dari wilayah India Inggris.
Bagian 3 UU itu mengatur ketentuan soal memasuki tempattempat terlarang, mengambil gambar atau menyerahkan dokumen resmi rahasia yang ”mungkin atau dimaksudkan secara langsung atau tidak langsung akan berguna bagi musuh”.
Mengutip keterangan polisi, Kementerian Informasi Myanmar sebelumnya mengatakan, kedua wartawan itu ”ditangkap karena memiliki dokumen penting dan rahasia pemerintah terkait Negara Bagian Rakhine dan pasukan keamanan”. Kementerian itu menambahkan, keduanya ”secara tidak sah memperoleh informasi dengan tujuan untuk dibagi dengan media asing”.
Menurut Maung Zaw, jaksa keberatan dengan permintaan agar kedua wartawan dibebaskan dengan jaminan. Pengadilan mempertimbangkan permintaan itu dan akan memutuskannya dalam sidang berikutnya, 23 Januari.
Suasana emosional
Dalam persidangan kemarin, tergambar pemandangan emosional. Para keluarga terdakwa tampak menangis menghadapi kenyataan kedua reporter itu harus diadili. Salah satu terdakwa berteriak ketika mereka digelandang memasuki mobil tahanan seusai sidang dan dibawa kembali ke penjara.
”Tolong sampaikan kepada masyarakat agar melindungi para jurnalis kita,” teriak Soe Oo di hadapan pengadilan.
Wa Lone mengatakan, istrinya tengah hamil. Ia mencoba tegar menghadapi proses pengadilan itu. ”Saya mencoba untuk tetap kuat,” ujarnya.
Proses pengadilan kedua reporter itu menarik perhatian kalangan pers di Myanmar. Para pekerja media yang meliput kepersidangan itu memakai baju serba hitam sebagai ungkapan keprihatinan atas kondisi yang menimpa kedua terdakwa itu. Sebuah spanduk berbunyi ”jurnalisme bukanlah sebuah kejahatan” turut dibentangkan.
Pemimpin Redaksi ReutersStephen J Adler menyatakan, apa yang menimpa reporternya tidak masuk akal dan dinilai sebagai serangan atas kebebasan pers. Kedutaan Besar Amerika Serikat di Myanmar mendesak agar kedua wartawan itu segera dibebaskannya.
Desakan serupa dilontarkan Uni Eropa. Adapun lembaga Reporters Without Borders menyatakan, kasus itu adalah cara Pemerintah Myanmar mengintimidasi para jurnalis di Myanmar.
(AFP/REUTERS/BEN/SAM)