WASHINGTON, KAMIS Setelah dialog antara Korea Selatan dan Korea Utara berjalan mulus dan menghasilkan kemajuan berarti, Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjukkan keinginan untuk berdialog dengan Korea Utara. Namun, dialog AS-Korut akan dilakukan dengan catatan jika situasi memungkinkan dan waktunya tepat.
Keinginan AS untuk berdialog dengan Korut dikemukakan juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders, setelah Trump menelepon Presiden Korsel Moon Jae-in, Rabu (10/1). Melalui komunikasi telepon itu pula, Trump dan Moon sepakat akan tetap memberi tekanan tegas pada Korut.
Meski demikian, Moon mengingatkan tekanan sanksi saja tak akan membuat Korut mau menghentikan program nuklir mereka. Menurut dia, semua pihak harus mau membuka dialog dengan Korut. ”Posisi kami sama dengan AS. Namun, tujuan utama kami tetap mengajak Korut bicara. Tekanan sanksi saja hanya menambah ketegangan dan memicu konflik,” kata Moon.
Sebelumnya dalam dialog Korsel-Korut dicapai kesepakatan untuk kembali mengaktifkan jaringan komunikasi militer. Selain itu, kedua pihak juga berjanji akan selalu berkonsultasi melalui militer untuk mengantisipasi konflik. Hasil positif dialog ini diapresiasi Rusia, China, Jepang, dan Dewan Keamanan PBB.
”Dialog itu mampu menekan ketegangan di kawasan dan melangkah ke arah perlucutan nuklir,” kata Duta Besar Kazakhstan Kairat Umarov.
Meski mengapresiasi dan menunjukkan keinginan membuka dialog dengan Korut, AS tetap mengingatkan Korsel untuk berhati-hati. AS khawatir partisipasi Korut di Olimpiade Musim Dingin hanya akal-akalan untuk mengadu domba AS dan Korsel. Ada sejumlah pihak yang juga khawatir, seperti Duta Besar AS untuk PBB Nikki Halley. Dialog Korut-Korsel dilihatnya sebagai siasat Pemimpin Korut Kim Jong Un untuk melepaskan diri dari tekanan sanksi DK PBB.
Persiapan Olimpiade
Konfirmasi partisipasi Korut di Olimpiade membuat Korsel sebagai penyelenggara cukup repot, terutama dari sisi pengaturan keamanan dan akomodasi. Ini karena Korut akan mengirim rombongan delegasi minimal 200 orang, termasuk atlet, pengisi acara, suporter, dan pejabat pemerintah. Bagi Korsel, faktor keamanan menjadi bagian terpenting, terutama melindungi delegasi dari kemungkinan serangan ekstremis Korsel.
Kepala perusahaan keamanan swasta Allami Korea yang disewa penyelenggara Olimpiade, Ryu Se-yeong, khawatir tidak cukup waktu untuk menyiapkan pengamanan tambahan bagi delegasi Korut. ”Tidak mudah mengamankan mereka di lokasi sekitar stadion,” kata Ryu.
Partisipasi Korut di Olimpiade ini juga menimbulkan kekhawatiran akan ada warga Korut yang ”menyeberang” ke Korsel. Peneliti pada Institut Strategi Keamanan Nasional Korsel, Kim Kwang Jin, mengatakan, Korut pasti akan memilih dan mengirim delegasi yang terdiri atas orang-orang terpercaya. ”Delegasi pasti akan dibagi jadi kelompok-kelompok kecil dan satu sama lain akan diminta saling mengawasi sehingga tidak akan ada yang kabur,” kata Kim.
Selain itu, ada juga kekhawatiran Korut akan menyelundupkan mata-mata ke Korsel. Menjawab kekhawatiran itu, Pemerintah Korsel akan memperketat pengamanan di seluruh wilayah Korsel. Namun, selama ini belum pernah ada kasus warga Korut membelot saat Olimpiade.
”Kalau ada satu orang saja warga Korut yang menyeberang ke Korsel ketika Olimpiade, bisa rusak hubungan dua negara,” kata Hong Hyun-ik, peneliti di Institut Sejong, Korsel.