Dari Iran ke Tunisia
Aksi protes di Iran dan Tunisia memiliki kemiripan. Keduanya sama-sama dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat atas kondisi ekonomi dan gerakan oposisi yang pro-kebijakan subsidi.
Sejumlah negara Timur Tengah dan Afrika dalam dua pekan terakhir didera unjuk rasa akibat memburuknya situasi ekonomi. Berbagai media menyebutnya ”unjuk rasa roti” karena demonstrasi dipicu oleh mahalnya harga roti yang menjadi makanan pokok rakyat di kawasan tersebut.
Unjuk rasa bermula di Iran yang terjadi pada 28 Desember 2017. Setelah itu, aksi protes meletup di Sudan pada 2 Januari, Aljazair 9 Januari, dan Tunisia mulai 8 Januari lalu.
Kejutan terjadi dalam unjuk rasa di Iran dan Tunisia. Aksi cepat meluas hampir ke seantero negeri dan melibatkan elite politik sehingga cukup mengancam stabilitas negara.
Saat rasa terkejut publik Timur Tengah belum reda akibat unjuk rasa di Iran, tiba-tiba, 8 Januari lalu, Tunisia didera
aksi protes. Meskipun Iran dan Tunisia memiliki sistem pemerintahan yang jauh berbeda, keduanya secara geopolitik dan struktur politik domestik memiliki kemiripan. Dalam konteks sistem negara, Iran adalah negara otokrasi, sedangkan Tunisia menerapkan demokrasi sekuler.
Namun, Iran pascarevolusi 1979 dan Tunisia pascarevolusi 2011 melahirkan bangunan struktur politik domestik yang mirip. Iran secara makro memiliki dua kekuatan politik utama, yakni kubu konservatif dan reformis, yang bersaing secara ketat merebut kekuasaan dan pengaruh sejak 1980-an.
Tunisia pascarevolusi 2011 memiliki tiga aliran kekuatan politik utama. Ketiganya adalah aliran liberal dengan partai Nidaa Tounes sebagai kekuatan utamanya, aliran Islamis dengan Gerakan Ennahda sebagai penyangganya, dan aliran kiri sosialis dengan Popular Front (PF) sebagai motornya.
Di Tunisia, koalisi Nidaa Tounes-Ennahda atau liberal Islamis sedang berkuasa. Adapun PF yang memiliki basis massa cukup kuat menjadi oposisi utama. Di Iran, kekuasaan sedang dipegang kubu reformis atau moderat, sedangkan kubu konservatif tampil sebagai oposisi.
Sentimen ekonomi populis
Meski secara ideologi berbeda jauh, PF di Tunisia dan kubu konservatif di Iran memiliki program ekonomi yang mirip, yakni ekonomi populis yang sangat prosubsidi dan penguasaan negara atas sumber-sumber ekonomi.
Sebaliknya, koalisi Nidaa Tounes-Ennahda di Tunisia menganut paham ekonomi liberal, proinvestasi asing, dan terbuka terhadap Barat. Kubu reformis di Iran juga cenderung menganut ekonomi liberal dan bersikap terbuka terhadap
Barat.
PF di Tunisia dan kubu konservatif di Iran kini sama-sama menggunakan sentimen ekonomi populis yang prorakyat untuk melawan program reformasi ekonomi yang dijalankan oleh Nidaa Tounes-Ennahda dan Presiden Hassan Rouhani.
PF di Tunisia dan kubu konservatif di Iran, yang persisnya berbasis di Mashhad (738 km arah timur laut kota Teheran), sama-sama menggerakkan massa untuk melawan pemerintah pusat. Keduanya kemudian sama-sama kehilangan kontrol terhadap gerakan massa itu setelah aksi protes meluas ke hampir seluruh negeri dan mulai mengarah ke isu politik.
Keretakan di elite politik tak terhindarkan. Koalisi Nidaa Tounes-Ennahda menuduh PF menggerakkan massa untuk menumbangkan pemerintah. Di Iran, Presiden Hassan Rouhani juga menuduh kubu konservatif menggerakkan massa.
Muncul pula tuduhan bahwa unjuk rasa ditunggangi asing. Iran menuduh Amerika Serikat, Israel, dan Arab Saudi. Di Tunisia, Partai Ennahda menuduh Uni Emirat Arab (UEA) ikut menggerakkan massa.
Iran dan Tunisia secara geopolitik juga memiliki kemiripan. Iran rentan terhadap intervensi asing karena berseberangan dengan Israel, Arab Saudi, dan AS. Adapun Tunisia rentan terhadap campur tangan asing karena Ennahda yang berkuasa di negara itu berseberangan dengan UEA yang antigerakan Islam politik.
(Musthafa Abd. Rahman, dari Kairo, Mesir)