Stadion King Abdullah di Jeddah, yang biasa dijuluki ”Mutiara yang Berkilauan” (al-Jawhara al-Musyi’ah), menjadi saksi salah satu perubahan besar di Arab Saudi dalam puluhan tahun terakhir. Jumat (12/1), sedikitnya 300 perempuan masuk ke stadion itu dan menyaksikan pertandingan dua klub liga sepak bola Saudi, Al-Ahli versus Al-Batin. Pertandingan berakhir dengan skor 5-0 untuk kemenangan Al-Ahli.
Di banyak negara, penonton perempuan di stadion merupakan hal biasa. Namun, tidak demikian halnya di Arab Saudi. Di negeri itu, selama puluhan tahun perempuan Arab Saudi dilarang masuk stadion dan banyak tempat umum lain. Tahun 2015, seorang perempuan setempat ditangkap karena masuk stadion meski telah menyamar dengan mengenakan celana panjang dan kacamata hitam.
Kebijakan pelarangan itu perlahan berubah sejak Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Salman mengumumkan reformasi di kerajaan tersebut. Izin bagi perempuan menonton di stadion termasuk bagian reformasi itu. Perempuan penggemar sepak bola akhirnya bisa ikut meneriakkan dukungan terhadap tim kesayangannya yang tengah bertanding di stadion.
Tentu saja, mereka tidak duduk bercampur dengan penonton pria. Panitia pertandingan menyediakan balkon khusus untuk penonton perempuan. Selain itu, para perempuan itu juga tetap mengenakan abaya, baju hitam yang menutup leher hingga kaki dan menjadi pakaian banyak perempuan Saudi. Bedanya, Jumat lalu baju itu dilapisi dengan kaus oranye. Sebagian lagi mengibarkan kaus tim klub yang bertanding.
Pengelola stadion juga menyiapkan mushala, tempat parkir, hingga kamar kecil. Bahkan, mereka tengah menyiapkan ruang merokok khusus untuk penonton perempuan.
Pengelola stadion menyebut tempat khusus itu sebagai area keluarga. Amat banyak area keluarga di berbagai tempat umum di Saudi. Tempat itu bisa dimasuki perempuan dengan suami, pria dari keluarganya, atau khusus bersama teman-temannya. Tempat itu terpisah dari bagian yang dikhususkan untuk laki-laki.
Seorang penonton, Sarah Swick, sangat gembira dengan kebijakan tersebut. ”Sangat meriah dan dikelola dengan baik. Banyak orang sangat senang di sini. Saya rasa, banyak sekali kepuasan saat masuk ke sini, khususnya untuk anak-anak,” ujar perempuan asal Amerika Serikat dan tinggal di Arab Saudi sembilan tahun terakhir setelah menikah dengan pria setempat itu.
Ia membenarkan, balkon khusus itu kosong lebih dari separuh. Padahal, panitia hanya menetapkan karcis senilai 20 riyal atau 5,3 dollar AS (sekitar Rp 70.000) untuk kursi di balkon itu. Harga tiket itu tergolong amat kecil dibandingkan dengan pendapatan per kapita Saudi yang rata-rata 55.400 dollar AS per tahun.
”Banyak orang menunggu bagaimana sebenarnya ini. Sebagian menduga ini tidak benar-benar aman atau terkelola baik. Saya pasti akan menonton (di stadion) lagi,” tutur perempuan yang hadir ke stadion bersama suami, anak, dan ibunya.
Tidak semua gembira dengan sejarah baru itu. Protes atas kebijakan itu menggema di media sosial Twitter. Para penentang menilai, seharusnya perempuan tetap di rumah, merawat anak dan keluarga. Bukan di stadion tempat para pria berkata kasar.
Meski demikian, kebijakan itu sulit dibendung. Pangeran Salman yang memimpin reformasi di kerajaan tidak menunjukkan tanda akan mengevaluasi agenda itu. Ahli waris takhta berusia 32 tahun itu disebut ingin menjaga popularitas dan dukungan dari orang muda. Dari seluruh penduduk Saudi, separuhnya adalah orang muda.
Sejak bertahun lalu, Arab Saudi berusaha menjaga dukungan dari kelompok itu. Dulu, saat harga minyak dua kali lipat dari sekarang, Arab Saudi membangun sejumlah stadion baru yang megah. Limpahan uang minyak dihabiskan dalam jumlah besar untuk membangun stadion-stadion tersebut.
Bertahun setelah stadion-stadion itu selesai dibangun, Arab Saudi hanya mengizinkan pria hadir di sana. September 2017, untuk pertama kali perempuan boleh masuk walau bukan untuk menyaksikan pertandingan sepak bola. Kala itu, di Jeddah ada perayaan Hari Keluarga digelar di stadion. Di acara itu, perempuan boleh masuk stadion.
Hari bersejarah
Beberapa bulan setelah perayaan itu, perempuan akhirnya benar-benar ke stadion untuk menonton sepak bola. ”Acara ini membuktikan kami menuju masa depan yang menjanjikan. Saya sangat bangga jadi saksi perubahan besar ini,” ujar Lamya Khaled Nasser (32), penggemar Al-Ahli yang hadir di stadion.
Ruwayda Ali Qassem juga bangga karena terlibat dalam hari bersejarah itu. ”Saya bangga dan sangat senang dengan perkembangan dan langkah kerajaan mengadopsi kemajuan peradaban di banyak negara,” ucap perempuan warga Jeddah itu.
Selama ini, ia kerap sedih saat saudara-saudara laki-lakinya pulang dari stadion. Mereka menceritakan betapa puasnya menyaksikan pertandingan di stadion. ”Saya selalu menonton di televisi, sedangkan saudara laki-laki saya ke stadion. Saya bertanya-tanya kepada diri sendiri, kenapa tak bisa ke sana,” ujarnya.
Beberapa bulan kemudian, Areej al-Ghamdi, yang menggilai klub Al-Ahli empat tahun belakangan, akhirnya bisa ikut merasakan suasana pertandingan di lapangan. Ia salah satu dari 300 perempuan yang hadir di Stadion King Abdullah dan menyaksikan Al-Ahli bertanding. ”Saya datang bersama ayah dan saudara laki-laki. Kami pendukung Al-Ahli,” ujar mahasiswi itu.
Selama ini, ia hanya berteriak-teriak di rumah sembari menyaksikan tayangan pertandingan Al-Ahli. Kerap kali rumahnya didatangi banyak penggemar Al-Ahli dan mereka menggelar nonton bareng laga klub asal Jeddah itu.
”Kami sangat menyukai klub itu. Ini pertama kali kami benar-benar bisa menyemangati (klub Al-Ahli) bukan di depan televisi,” kata Al-Ghamdi yang saat itu datang ke stadion dengan mengenakan abaya dan bercadar serta syal hijau khas Al-Ahli di lehernya.
Dalam laga itu, Al-Ahli memang tampil sebagai pemenang dengan skor telak 5-0. Namun, kemenangan sejati sebenarnya milik perempuan Arab Saudi. Kemenangan atas belenggu yang menghalangi mereka hadir di stadion-stadion. Jumat itu, kaum perempuan Arab Saudi telah mencetak ”gol bersejarah”. (AP/AFP/RAZ)