Otoritas China, Senin (15/1), terus berupaya membersihkan laut dari tumpahan minyak yang dikhawatirkan akan merusak ekosistem laut. Upaya pencarian korban dihentikan. Sejauh ini ditemukan 3 dari 32 awak kapal. Pembersihan laut menjadi prioritas karena, menurut penjaga pantai Jepang, tumpahan minyak kapal itu sudah menyebar ke area seluas 143 kilometer persegi.
”Pembersihan ini fokus utama kami untuk mencegah bencana yang lebih besar,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lu Kang.
Konsultan tumpahan minyak di Alaska, AS, Richard Steiner juga khawatir minyak mentah itu sudah tersebar luas di laut.
”Ini tumpahan minyak terbesar sejak 1991 saat 260.000 ton minyak tumpah di perairan Angola. Selama ini yang biasanya terjadi hanya kurang dari satu ton minyak mentah tumpah ke laut,” kata Steiner.
Situasi kali ini menjadi lebih parah karena saat kecelakaan terjadi Sanchi mengangkut hampir 1 juta barrel minyak kondensat, yaitu hidrokarbon cair, sangat ringan, dan mudah terbakar. Minyak jenis itu disebutkan berbahaya dan beracun.
Direktur Institut Hubungan Publik dan Lingkungan Ma Jun mengatakan, situasi itu sangat berbahaya. Menurut dia, kondensat berbeda dengan jenis minyak mentah lainnya. Minyak kondensat disebutnya sangat beracun bagi kehidupan laut.
Tidak seperti minyak mentah lainnya, saat mencemari laut, minyak itu tidak membentuk lapisan licin di permukaan air. Ketika tumpah di perairan, minyak kondensat justru menghasilkan gelembung beracun di bawah air dan tidak terlihat dari permukaan laut.
Kondisi itu sangat mengkhawatirkan karena, menurut Greenpeace, lokasi tumpahan minyak merupakan ekosistem laut yang kaya ikan, seperti pesut, paus, dan burung laut. Ilmuwan laut AS, Rick Steiner, mengatakan wilayah yang terkena tumpahan minyak itu menjadi tempat ikan bertelur, seperti ikan makarel, ikan layur, ikan gulamah, dan kepiting biru. Kawasan itu juga menjadi jalur migrasi mamalia laut, seperti paus bungkuk, paus abu-abu, dan paus sikat.
Penyelidikan
Penyebab tabrakan kapal itu belum diketahui dan masih diselidiki. Setelah tabrakan, otoritas Jepang hilang kontak dengan kapal itu, Minggu. Informasi terakhir menyebutkan lokasi terakhir kapal itu berada di 315 kilometer sebelah barat dari Sokkozaki di Pulau Amami Oshima. Jepang mengirim dua kapal patroli dan pesawat untuk mencari para korban.
Pencarian juga dilakukan China yang kemudian menemukan dua korban tewas dari dalam kapal. China juga menemukan perekam data dalam ”kotak hitam” kapal itu. ”Nanti akan bisa diketahui alasan atau penyebab kecelakaan dua kapal itu,” kata Lu Kang.
Direktur Institut Publik dan Lingkungan Hidup China Ma Jun menyatakan, tingkat kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak itu bergantung pada jumlah bahan bakar yang masih tersimpan di kapal serta arah angin dan arus laut.