Lebih dari 655.000 warga Rohingya mengungsi dengan menyeberangi perbatasan Bangladesh setelah terjadi serangan tentara Myanmar yang merespons aksi milisi Rohingya pada Agustus lalu. Serangan itu disebut Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pembersihan etnis, tetapi pemerintah Myanmar berulang kali menolak tuduhan tersebut.
Pejabat Pemerintah Myanmar dan Bangladesh, Senin, bertemu untuk mendiskusikan kesepakatan repratriasi yang telah ditandatangani mereka pada 23 November silam. Pertemuan yang berlangsung di Naypyidaw, ibu kota Myanmar, tersebut merupakan yang pertama bagi gugus kerja gabungan yang dibentuk guna menyusun detail kesepakatan pemulangan kembali.
Media pemerintah, Global New Light of Myanmar, memberitakan bahwa sebuah kamp di Hla Po Khaung, di Rakhine, ditetapkan sebagai lokasi sementara bagi mereka yang diterima untuk direpatriasi.
”Area seluas 124 hektar di Hla Po Khaung akan menampung sekitar 30.000 warga dalam 625 bangunan,” demikian isi berita tersebut. Ditambahkan, sebanyak 100 bangunan akan selesai pada akhir Januari ini.
Tempat transisi
Kepala Koordinator Persatuan Perusahaan-Perusahaan Myanmar untuk Bantuan Kemanusiaan, Pemukiman Kembali, dan Pembangunan Aung Tun Thet menjelaskan, kamp di Hla Po Khaung akan menjadi tempat sementara bagi pengungsi Rohingya. Di tempat ini, pengungsi menunggu untuk direpatriasi ke tempat asal atau permukiman terdekat dengan kampung mereka.
”Kami mencoba untuk menerima semua yang kembali ke Myanmar,” kata Aung Tun Thet. Proses verifikasi terhadap pengungsi akan dilakukan di kamp di Taungpyoletwei atau Ngakhuya, sebelum mereka dipindahkan ke Hla Po Khaung.
Soe Aung, Sekretaris Kementerian Kesejahteraan Sosial, Bantuan Kemanusiaan, dan Pemukiman Kembali, mengatakan, para warga akan menghabiskan waktu selama sekitar dua bulan di Hla Po Khaung.
Namun, belum jelas ada berapa banyak warga yang kembali yang memenuhi syarat untuk menerima kewarganegaraan Myanmar. Otoritas Myanmar mengatakan bahwa warga Rohingya bisa mengajukan permohonan kewarganegaraan jika dapat menunjukkan bahwa nenek moyang atau leluhur mereka memang tinggal di Myanmar.
Kesepakatan ini, yang pernah terjadi pada 1992, tidak menggaransi warga Rohingya mendapatkan kewarganegaraan Myanmar.
Pejabat Myanmar mengatakan bahwa kesepakatan repatriasi tahun 1992-1993 menerima siapa saja yang bisa menunjukkan dokumen identitas yang diberikan pada warga Rohingya oleh Pemerintah Myanmar pada masa lalu. (AFP/AP/REUTERS/LOK)