Memasuki tahun 2018, hubungan bilateral Qatar-Uni Emirat Arab (UEA) semakin buruk. Qatar dan UEA dalam beberapa hari terakhir ini terlibat saling tuding tentang aksi pesawat tempur kedua negara itu yang mengancam keamanan dua negara tersebut.
Selasa (16/1), Doha menuduh pesawat tempur UEA melanggar teritorial udara Qatar yang dilakukan pada Senin lalu dan untuk ketiga kalinya sejak Desember 2017. Doha membeberkan catatan tiga pelanggaran pesawat tempur UEA itu yang terjadi pada 21 Desember 2017 lalu pada 5 dan 15 Januari 2018.
Sebaliknya, UEA menuduh pesawat tempur Qatar menghadang dua pesawat komersial UEA yang hendak mendarat di Bandar Udara Internasional Manama di Bahrain, Senin lalu. Direktur Utama Badan Penerbangan Sipil UEA Saif al-Suwaedi mengungkapkan, penghadangan pertama pesawat tempur Qatar terhadap pesawat sipil UEA terjadi pukul 10.30 (pukul 13.30 WIB) dan penghadangan kedua pukul 11.05 (pukul 14.05 WIB).
Qatar dan UEA kemudian saling membantah atas tudingan rival masing-masing. Terlepas dari polemik dua negara kaya di Arab Teluk itu, manuver pesawat tempur itu merupakan reaksi atas krisis hubungan kedua negara yang lebih substansial.
Menurut Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani saat wawancara dalam program Al-Hakikah di televisi Al Jazeera, manuver pesawat tempur UEA dengan tiga kali melanggar teritorial udara Qatar merupakan reaksi atas gagalnya UEA mendesak Qatar menyerahkan istri tokoh oposisi UEA yang berada di Doha kepada UEA.
Istri tokoh oposisi UEA itu bernama Alaa al-Siddiq. Ia adalah istri tokoh oposisi UEA, Sheikh Abdulrahman Bajaber. Alaa al-Siddiq sempat beberapa saat tinggal di Doha sebelum belakangan pindah ke London. Ia disinyalir kini meminta suaka politik kepada Pemerintah Inggris. UEA menuduh Qatar mengatur perjalanan Alaa al-Siddiq ke London untuk menghindari tekanan dan menuduh Doha menanggung biaya hidup Alaa al-Siddiq di ibu kota Inggris itu.
Bersamaan dengan beredarnya berita kasus Alaa al-Siddiq tersebut, beredar pula berita bahwa tokoh oposisi Qatar, Sheikh Abdullah al-Thani, mendapat tahanan rumah di Abu Dhabi. Qatar menuduh UEA ingin menjadikan Sheikh Abdullah sebagai alat transaksi untuk ditukar dengan Alaa al-Siddiq. UEA segera membantah tuduhan bahwa mereka menahan Sheikh Abdullah. Menurut UEA, Sheikh Abdullah bebas bepergian ke mana saja dan merupakan tamu khusus Putra Mahkota Abu Dhabi, Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan.
Memburuknya hubungan Qatar-UEA itu membuyarkan harapan terwujudnya solusi krisis Teluk dalam waktu dekat. Krisis Teluk itu terjadi sejak aksi boikot kuartet—Arab Saudi, Bahrain, UEA dan Mesir—terhadap Qatar pada 5 Juni 2017.
Kasus Alaa al-Siddiq dan kemudian manuver pesawat tempur kedua negara itu juga akibat kegagalan dua negara Arab kaya itu move on dari persaingan sengit dalam konteks geopolitik dan ekonomi di kawasan Teluk.
Dalam konteks geopolitik, UEA dikenal antiideologi Islam politik, sebaliknya Qatar pendukung gerakan Islam politik. Dalam konteks geoekonomi, Doha terus berjuang keras membenahi diri untuk menyaingi Dubai dan Abu Dhabi. Doha kini sekelas Dubai dan Abu Dhabi. Bandara Internasional Hamad di Doha sudah sekelas dengan Bandara Internasional Dubai dan Abu Dhabi sebagai bandara hub internasional. Maskapai Qatar Airways juga saingan berat Etihad Airways milik Abu Dhabi dan Emirates Airlines milik Dubai.