Setahun yang Dipenuhi Letupan
Kendati sudah terpilih menjadi presiden, Donald Trump belum berhenti mengkritik pendahulunya dan mantan pesaingnya di pemilu presiden. Dalam setahun, bongkar pasang pejabat terjadi di Gedung Putih. Melihat apa yang sudah berjalan, sangat sulit mengantisipasi langkah Trump ke depan.
Yang menarik justru peristiwa pasca -pelantikan. Barangkali hanya Trump satu-satunya Presiden AS yang sangat peduli dengan berapa banyak orang yang datang menyambut pelantikannya. Trump komplain terhadap media
Juru bicara Gedung Putih, Sean Spicer, waktu itu sampai kelihatan kagok harus membela klaim Trump. ”Ini pelantikan dengan jumlah orang terbesar yang ikut menyaksikan langsung,” kata Spicer dalam keterangan khusus di Gedung Putih. Namun, media dengan sangat mudah mematahkan klaim itu dengan bukti-bukti gambar yang valid.
Debat itu menandai dimulainya hari-hari penuh letupan dari Gedung Putih. Dalam setahun pertama ini, kontroversi menjadi bagian yang mewarnai pemerintahan Donald Trump. Pada banyak kasus, perdebatan yang terjadi dalam hal-hal non-esensial justru dipicu oleh komentar-komentar presiden. Meski pemilihan presiden sudah berlalu lebih dari setahun, Trump tidak berhenti mengkritik Obama, dan bahkan masih mengungkit-ungkit keburukan Hillary Clinton yang sudah dia kalahkan pada pemilihan presiden.
Bongkar pasang
Kontroversi muncul saat Trump menunjuk kabinet dan orang-orang penting yang akan membantunya dalam menjalankan pemerintahan. Dia tak segan memilih menantunya, Jared Kushner, sebagai penasihat senior. Sementara anak perempuannya, Ivanka, selalu ikut dalam pertemuan-pertemuan penting, bahkan ikut menemani saat Trump bertemu kepala negara asing.
Pemilihan Stephen (Steve) Bannon sebagai penasihat senior dan kepala strategi menuai perdebatan karena orang ini diketahui rasis. Bannon juga dikenal sebagai orang yang tak kenal kompromi dan selama kampanye melawan media-media utama lewat mesin berita Breitbart News yang dipimpinnya.
Dalam beberapa bulan, kantor di sayap barat Gedung Putih, yang dikenal dengan West Wing, tak henti dilanda kegaduhan internal yang merembes keluar. Sean Spicer, yang dulu selalu pasang badan untuk menghadapi pers, akhirnya mundur setelah enam bulan menjadi juru bicara Gedung Putih. Sementara Bannon, yang dianggap orang paling berkuasa, mundur sebulan kemudian. Bannon kabarnya bersitegang dengan sejumlah tim yang baru diangkat.
Jabatan di West Wing silih berganti dan berubah. Yang menarik, beberapa orang hanya bertahan dalam hitungan hari. Michael Flynn, misalnya, yang diberi jabatan Kepala Penasihat Keamanan Nasional, mundur kurang dari sebulan setelah dilantik. Rekor pemecatan tercepat terjadi pada Anthony Scaramucci. Bankir lulusan Fakultas Hukum Harvard University ini hanya menjadi direktur komunikasi selama 10 hari.
Kekisruhan juga terjadi di kementerian luar negeri. Kendati Menlu Rex Tillerson sampai saat ini masih bertahan, dalam perjalanan beberapa bulan sempat merasakan ketegangan yang sampai ke ruang publik. Dihadapkan dengan masalah nuklir Korut, Trump mengkritik Tillerson terlalu lambat bergerak menyelesaikan hal ini. Dalam sebuah kesempatan, Tillerson sempat mengatakan Trump sebagai ”orang gila”. Spekulasi sempat muncul bahwa Tillerson akan mundur atau diganti. Namun, rumor itu kemudian redup sendiri.
Di lingkungan Biro Investigasi Federal AS (FBI), guncangan besar terjadi pada bulan Mei ketika tiba-tiba saja Trump memecat direkturnya, James Comey. Berita yang terungkap kemudian, Trump marah karena Comey tak juga merespons keinginannya untuk menutup penyidikan kasus dugaan persekongkolan Trump dengan pejabat Rusia pada pemilihan presiden.
Sulit diantisipasi
Masa pemerintahan Donald Trump masih akan berlangsung tiga tahun lagi. Menengok perjalanannya setahun belakangan, sangat sulit mengantisipasi langkah yang akan dia ambil dalam tiga tahun berikutnya.
Pekerjaan rumahnya masih bertumpuk. Isu nuklir Korea Utara sampai kini masih belum kelihatan titik terangnya. Konflik Suriah belum mendapat jalan keluar. Trump juga dikucilkan para mitra utamanya di Eropa karena ingin menarik diri dari perundingan nuklir Iran yang dengan susah payah disepakati.
Stabilitas di Timur Tengah bahkan sangat terganggu dengan keputusannya mengakui Jerusalem sebagai ibu kota Israel, 6 Desember. Dunia berang. Sebanyak 128 negara di Majelis Umum PBB menolak pengakuan sepihak AS itu.
Mau apa lagi, Trump?
(RETNO BINTARTI)