Menjadi Ibu dan Perdana Menteri
Kabar kehamilan diterima PM Selandia Baru termuda itu pada 13 Oktober 2017. Ini terjadi enam hari sebelum Ardern didorong untuk mengisi posisi PM setelah Ketua Partai New Zealand First Winston Peters mengumumkan dirinya akan memihak ke Partai Buruh dalam perundingan pascapemilu.
Namun, Ardern sengaja hanya memberi tahu keluarga inti karena pada waktu itu ia sedang sibuk merundingkan pembentukan pemerintahan yang baru. Ia mengakui, pada minggu-minggu awal kehamilannya, ia sering merasa tidak enak badan karena mengalami morning sickness seperti perempuan hamil pada umumnya. Namun, ia toh berhasil melaluinya dan membentuk pemerintahan.
Ketika ditanya wartawan soal cara Ardern melewati rasa sakit karena kehamilannya sambil tetap bekerja dan tak seorang pun tahu, Ardern—seperti dikutip situs media SBS News, Jumat—menjawab, ”Itulah yang dilakukan oleh perempuan.”
Dan, Ardern memang benar. SBS News menyebutkan, perempuan sering kali harus melindungi diri dari serangan-serangan dengan menyembunyikan tanda-tanda kerentanan atau kelemahan. Perempuan harus menunjukkan kekuatan semangat dan kekuatan fisik demi mengatasi standar ganda patriarki. Perempuan juga sering harus menepis keraguan akan kemampuan dirinya.
”Saya bukan perempuan pertama yang harus bekerja dan mempunyai bayi. Ini memang kondisi khusus yang membutuhkan penanganan khusus. Namun, selama ini sudah banyak perempuan yang berhasil menjalaninya dengan baik,” tutur Ardern sambil tersenyum.
Mengikuti jejak Bhutto
Pada jabatan PM pun, Ardern bukan PM pertama yang hamil dan melahirkan pada saat sedang aktif bertugas. Sebelumnya, mendiang PM Pakistan Benazir Bhutto melahirkan anak perempuan saat ia masih berkuasa pada 1990. Bahkan, pada saat kampanye tahun 1988, Bhutto sedang ”hamil tua”.
Zia ul-Haq, yang kemudian menjadi presiden dan jenderal militer Pakistan, sempat meminta pemilu dibatalkan. Alasannya, ia merasa Bhutto tidak mungkin bisa total berkampanye dalam kondisi ”hamil tua”.
Membalas kekhawatiran Zia ul-Haq dan publik waktu itu, Bhutto tegas menyatakan, ”Saya pasti bisa, saya memang bisa, dan terbukti saya menang. Jadi, dugaan itu tidak benar,” kata Bhutto kepada stasiun TV BBC.
Seperti Bhutto, Ardern juga menegaskan, dirinya akan tetap bisa aktif bekerja seperti ibu-ibu hamil lain yang juga berkarya dan berkarier. Toh, Ardern sudah membuktikan bahwa kehamilannya tidak sedikit pun mengganggu kemampuannya menjalankan pemerintahan.
Bahkan, Ardern berencana akan tetap bekerja sampai mendekati Juni. Setelah itu, ia hanya akan mengambil cuti melahirkan selama enam pekan. Pada masa cuti itu pun, ia menyatakan tetap akan bisa dihubungi. Pada masa itu, tugas dan tanggung jawab sebagai PM untuk sementara akan diambil alih oleh Wakil PM Winston Peters.
Sebelum cuti, jadwal tugas Ardern sudah menunggu dan belum ada yang dibatalkan. Salah satunya adalah menghadiri pertemuan tingkat pimpinan negara-negara anggota Persemakmuran di London, Inggris, pada April mendatang. Jika harus pergi bertugas, terutama ke luar negeri, Ardern mengaku beruntung karena Gayford bersedia ikut mendampingi sambil momong bayi mereka.
Setiap perempuan yang melahirkan sudah pasti berhak atas cuti. Namun, Ardern hanya mengambil sedikit waktu. Dalam kebijakan baru di Selandia Baru, cuti hamil diberikan selama 18-22 pekan. Koalisi partai yang dipimpin Partai Buruh membuat perubahan kebijakan cuti hamil dengan memperpanjangnya hingga 18-22 pekan. Jumlah cuti ini menurut rencana akan ditambah lagi menjadi 26 pekan pada tahun 2020.
Pro dan kontra
Muncul beragam tanggapan warga atas kabar kehamilan Ardern. Sebagian mendukung, sebagian pesimistis dan meminta Ardern mundur saja. Bagi kelompok pejuang buruh, Presiden Dewan Uni Perdagangan Selandia Baru Richard Wagstaff menilai, Ardern memberikan inspirasi kepada rakyat dan menunjukkan kemajuan pesat Selandia Baru terkait pemenuhan hak industrial bagi perempuan.
Selandia Baru selama ini dikenal reputasinya sebagai negara yang progresif. Selandia Baru menjadi negara pertama di dunia yang memberikan hak untuk memilih kepada perempuan, yakni pada 1893. ”Kebetulan, momennya pas sekali. Berselang 125 tahun kemudian, kita punya PM yang akan melahirkan saat bertugas,” kata Menteri Urusan Perempuan Selandia Baru Julie Anne Genter.
Ardern memperoleh kekuasaan melalui kesepakatan koalisi setelah hasil pemilu yang ketat tahun lalu. Ardern populer di kalangan rakyat karena menjadi PM termuda sepanjang sejarah lebih dari satu abad Selandia Baru. Ia juga menjadi perempuan pemimpin ketiga. Kepopuleran Ardern ini membuat publik selalu ingin tahu kehidupan pribadinya. Bahkan, Ardern kerap dibanding-bandingkan dengan pemimpin muda di dunia lainnya, seperti Presiden Perancis Emmanuel Macron dan PM Kanada Justin Trudeau.
Kabar kehamilannya ini pun segera heboh, terutama di dunia maya. Media-media di Amerika Serikat ”menyerang” dengan mempertanyakan kemampuan memimpin Ardern. Namun, mayoritas di dalam negeri memberikan dukungan kepada Ardern.
Tantangan yang dihadapi Ardern tidak seberat yang harus dihadapi Bhutto, 27 tahun lalu. Situs CNN News menyebutkan, Bhutto selalu khawatir lawan-lawan politik hendak menyingkirkan dirinya. Apalagi, waktu itu oposisi di Pakistan menginginkan pemerintahan sementara saat Bhutto cuti melahirkan.
Bhutto masuk rumah sakit Karachi dengan terpaksa menyamar untuk melahirkan putrinya, Bakhtawar Bhutto Zardari, melalui operasi caesar. Ia memutuskan melahirkan secara caesar supaya ia bisa segera kembali bekerja. ”Keesokan hari setelah melahirkan, saya sudah kembali bekerja, membaca dokumen-dokumen pemerintah, dan menandatangani arsip pemerintah,” tulis Bhutto saat menceritakan pengalamannya.
Bhutto mengaku baru tahu kemudian bahwa ia satu-satunya pemimpin pemerintahan di dunia yang melahirkan saat masih bertugas. ”Momen itu penting bagi perempuan muda, membuktikan perempuan bisa bekerja dan punya bayi pada saat memegang posisi tertinggi dan paling menantang,” tulis Bhutto.
Bhutto memiliki tiga anak. Bilawal Bhutto Zardari lahir beberapa bulan sebelum pemilu 1988. Setelah Bakhtawar, Bhutto melahirkan anak perempuan, Aseefa, pada 1993 atau beberapa bulan sebelum menjabat lagi sebagai PM untuk kedua kali.
(LUKI AULIA)