Wadaiko, gendang tradisional Jepang, dipukul bertalu-talu. Pada saat yang sama, shamisen, alat musik petik, dan shakuhachi, sejenis seruling, dimainkan sehingga tercipta paduan musik energik. Semua ini menghidupkan gelap malam di Taman Fatahillah, Jakarta, Jumat (19/1), yang baru diguyur hujan deras.
Beberapa musisi yang menggunakan alat-alat musik tradisional Jepang itu bersemangat memodifikasi musik baru. ”Musik mereka ini adalah musik modifikasi, tetapi mereka menggunakan alat musik tradisional,” kata Kano Hiromichi, anggota staf pada Badan Kerja Sama Internasional Jepang (JICA) yang hadir dalam pembukaan acara peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Jepang-Indonesia di Taman Fatahillah.
Kano dan beberapa temannya datang ke kawasan ”kota tua” Batavia tersebut karena ingin melihat reaksi warga Indonesia ketika menyaksikan atraksi budaya Jepang. Omiya Kota, rekan kerja Kano, mengaku antusias datang ke acara tersebut karena ingin mengetahui bagaimana orang Indonesia dan Jepang mengekspresikan hubungan kedua negara.
”Saya telah melihat acara seperti ini sejak tahun lalu. Kegiatan seperti itu sangat penting untuk memperdalam hubungan Indonesia-Jepang,” ujar Omiya Kota.
Dari Indonesia, penampilan seni rampak gendang, yang merupakan sumbangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, menampilkan lima putri pemukul gendang. Mereka bergerak lincah dengan hiasan bulu-bulu di kepala. Sembari memukul gendang, para perempuan ini menari, membuat panggung kian semarak.
Belajar dari Indonesia
Hiroaki Kato, seniman musik asal Jepang, ikut hadir di antara penonton yang berada di dekat panggung. Hiroaki belajar bahasa Indonesia sejak 10 tahun lalu dan sudah empat tahun terakhir menetap di Indonesia.
Menurut dia, dirinya belajar tentang banyak hal dari orang Indonesia, terutama bagaimana selalu bersikap positif dalam menghadapi hidup. ”Saya merasa orang Indonesia sangat pintar untuk menemukan kebahagiaan di dalam segala hal meskipun hidup mereka susah,” ujar Hiroaki atau Hiro.
Sebaliknya, masyarakat Jepang begitu mengalami stres atau depresi akan bunuh diri. ”Inilah yang harus dipelajari masyarakat Jepang agar bisa menemukan kebahagiaan dalam kesusahan,” papar Hiro.
Ia merasa sangat sedikit budaya Indonesia yang masuk ke Jepang. Hanya batik dan wayang yang dikenal oleh Jepang.
”Namun, hal-hal filosofis atau bagaimana bersikap menghadapi hidup yang susah belum masuk ke Jepang. Saya ingin menyampaikan cara bersikap atau cara hidup tersebut melalui vlog untuk masyarakat Jepang,” kata Hiro.
Dalam kegiatan peringatan 60 tahun hubungan diplomatik Jepang-Indonesia ini diadakan pula pemilihan beberapa Duta Persahabatan Indonesia-Jepang seperti mantan anggota grup JKT48 Haruka Nakagawa, pemain bola asal Jepang Shohei Matsunaga, pemain sinetron Yuki Kato, dan penyanyi
Tulus.
Salah satu lagu dari Tulus, ”Sepatu”, diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang oleh Hiro. ”Karena lagu saya diterjemahkan dalam bahasa Jepang, saya bisa mengunjungi beberapa festival musik di negara itu. Saya juga menceritakan kepada masyarakat Indonesia mengenai apa yang terjadi di Jepang sekarang,” kata Tulus.
Bagi Hiro, usia hubungan kedua negara yang mencapai 60 tahun termasuk lama. Kedua negara tidak hanya dekat di bidang ekonomi dan politik, tetapi juga erat dalam dunia hiburan. ”Dalam usia 60 tahun, penting untuk menentukan ke mana arah kerja sama Indonesia-Jepang akan dibawa,” ujar Hiro.
Atraksi paling menarik pada acara Jumat lalu itu adalah ditampilkannya projection mapping di dinding luar gedung Museum Fatahillah yang memperlihatkan budaya kedua negara dan situasi pertukaran Jepang-Indonesia saat ini.
Dinding luar museum dan jendela museum pada Jumat malam menjadi berwarna putih. Saat ditimpa cahaya dari projection mapping, gambar warna-warni itu makin menyemarakkan malam dengan proyeksi foto dan video yang menarik. Tampak situasi lalu lintas dan suasana kota di Jakarta ataupun Tokyo.
Toshihiro Nikai, Utusan Khusus Perdana Menteri Jepang, yang hadir di Taman Fatahillah, menyampaikan harapannya agar kedua negara terus berdampingan dan bekerja sama. ”Kerja sama ini akan terus dilanjutkan oleh generasi berikutnya,” ujarnya.
Rachmat Gobel, Utusan Khusus Presiden RI untuk Kerja Sama Ekonomi dengan Jepang, menyampaikan bahwa apa yang telah dibangun atau ditanam selama 60 tahun ini harus terus dikembangkan. (ELOK DYAH MESSWATI)