MAUNGDAW, RABU — Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta Myanmar membuka akses bagi lembaga bantuan internasional sebelum para pengungsi kembali ke Rakhine. Jaminan keselamatan warga yang pulang itu juga harus diutamakan.
Permintaan itu disampaikan pada Rabu (24/1) setelah delegasi internasional melakukan tur ke kamp pengungsi Taung Pyo Letwe, di luar kota Maungdaw, Bangladesh, dekat perbatasan dengan Myanmar. Dalam video terlihat deretan rumah dari papan di lahan berbatu yang dikelilingi kawat berduri.
Bangladesh dan Myanmar, beberapa waktu lalu, sepakat untuk memulangkan para pengungsi Rohingya secara bertahap. Pemulangan pertama dijadwalkan pada 23 Januari, tetapi sampai waktunya tak bisa terlaksana. Pihak Myanmar mengatakan, penundaan dilakukan karena proses verifikasi belum lengkap.
Saat ini terdapat sekitar 680.000 pengungsi asal Rakhine di Bangladesh yang melarikan diri sejak 25 Agustus 2017. Hampir semua pengungsi itu beretnis Rohingya. Dari penelitian PBB, militer Myanmar memperlakukan warga Rakhine secara kejam, seperti membakar rumah, membunuh, dan memerkosa.
Jaminan keselamatan
PBB menyatakan, hal penting dari rencana pemulangan atau repatriasi adalah keselamatan pengungsi. ”Jika keselamatan dan kesejahteraan pengungsi belum terjamin, pembicaraan mengenai pemulangan belum sempurna,” kata Wakil Direktur Eksekutif UNICEF Justin Forsyth, Rabu.
Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) sebelumnya mengatakan, pembatasan akses dialami badan-badan bantuan, media, dan pengamat independen. UNHCR meminta Myanmar memberikan akses bagi bantuan kemanusiaan.
Pejabat Myanmar, dalam jumpa pers, Selasa, mengatakan, Bangladesh tidak siap untuk memulangkan kembali pengungsi sesuai jadwal. Hal itu terjadi karena pengungsi yang akan kembali belum mengisi data yang membuktikan mereka penduduk Myanmar. ”Mereka (Bangladesh) bersama UNHCR juga harus memeriksa apakah pengungsi kembali secara sukarela,” ucap Menteri Kerja Sama Internasional Kyaw Tin. (REUTERS/RET)