”Bagaimana kami bisa hidup di situasi seperti ini? Ke mana kami harus pergi? Apa yang harus kami lakukan? Di sini tak ada jaminan keamanan. Pemerintah juga tidak ada,” kata pemilik toko Mohammad Hanif, Minggu.
Menteri Dalam Negeri Afghanistan Wais Barmak menjelaskan, ledakan berasal dari dua ambulans atau setidaknya dua mobil yang dicat seperti ambulans. Salah satu ambulans itu meledak ketika diberhentikan di pos pemeriksaan. Saat diperiksa, sopir ambulans itu mengaku hendak memindahkan pasien ke rumah sakit Jamhuriat.
Ledakan itu juga menghancurkan puluhan toko dan mobil. ”Identitas dikenali di pos pemeriksaan kedua. Karena ketahuan, mobil diledakkan,” ujar Barmak.
Ledakan bom ini diklaim oleh kelompok Taliban satu pekan setelah serangan di Hotel Intercontinental, Kabul. ”Ini pesan untuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan pengikut Trump. Kalau kebijakan menyerang oleh AS tetap dilanjutkan, jangan harap rakyat Afghanistan akan diam saja,” kata juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, dalam pernyataan tertulisnya.
Pada 2017, Trump mengirim lebih banyak tentara AS ke Afghanistan dan memerintahkan serangan udara diintensifkan. AS juga berjanji membantu pasukan keamanan Afghanistan. Serangan bom bunuh diri Taliban itu diduga untuk menanggapi kebijakan Trump itu. Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley meyakini strategi AS terhadap Afghanistan akan efektif mewujudkan proses perundingan perdamaian dengan kelompok perlawanan.
Namun, menurut Taliban, posisi mereka sama sekali tak lemah seperti dugaan AS. Mereka masih kuat dan hanya akan mau duduk berunding jika seluruh pasukan keamanan internasional meninggalkan Afghanistan.
Bom dengan ambulans itu merupakan serangan terparah di ibu kota sejak ledakan truk Mei tahun lalu di dekat Kedutaan Besar Jerman yang menewaskan 150 orang. Situasi waktu itu sama dengan situasi Sabtu. Pemerintah menyatakan hari berkabung pada Minggu dan hari libur pada Senin untuk memberikan kesempatan berduka kepada keluarga korban. Warga juga diimbau memasang bendera setengah tiang.
Butuh persatuan
Pemerintahan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani yang didukung Barat semakin didesak rakyat untuk memperketat keamanan dan pengamanan. Tanpa rasa aman itu, kata warga Samim, tak akan ada kehidupan bagi rakyat. ”Banyak penganggur. Tak ada kehidupan apa pun di sini. Kita harus ke tempat lain,” ujarnya.
Afghanistan seakan berjalan autopilot tanpa pemerintahan. Rakyat menilai, pemerintah sama sekali tidak bekerja, dan ini terlihat dari situasi keamanan yang tidak jelas. Guru Besar Ilmu Politik Kabul University Najib Mahmud menilai, pemerintahan Ashraf didesak untuk menyelesaikan konfrontasi politik dengan lawan politik, khususnya para pemimpin di daerah yang selama ini menentang pemerintah pusat.
”Fokus juga pada keamanan. Pemerintah bisa mengendalikan situasi, tetapi Presiden harus berbagi kekuasaan dengan pemimpin yang lain. Ia harus bisa bersatu dengan partai lain sehingga mereka bisa melawan Taliban secara bersama-sama,” kata Najib.
Mantan Duta Besar AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad meminta pemerintahan Ashraf dan lawan politiknya, Atta Mohammad Noor, pemimpin di wilayah utara, untuk duduk bersama dan berdialog. ”Memerangi terorisme dan melindungi rakyat itu tugas utama,” ujarnya.
Sementara itu, Kantor Kepresidenan Afghanistan menyatakan, meski terjadi ledakan bom bunuh diri, tidak ada perubahan rencana kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke Kabul. Presiden Jokowi akan tetap berkunjung ke ibu kota Afghanistan, Senin ini.
Menurut laporan media belum lama ini, Presiden Jokowi telah menawarkan kepada para ulama Indonesia untuk membantu perdamaian di Afghanistan. (REUTERS/AFP/AP/LUK)