LONDON, SELASA Bocornya laporan internal bertajuk ”EU Exit Analysis” yang dikeluarkan pada Januari 2018 itu pertama kali diungkap oleh situs BuzzFeed News. Ada tiga skenario yang ditelaah laporan ini.
Pertama, jika Inggris tetap berada di pasar tunggal Eropa, pertumbuhan ekonomi akan turun 2 persen sepanjang 15 tahun ke depan. Kedua, jika Inggris berhasil mencapai kesepakatan perdagangan komprehensif dengan UE, pertumbuhan akan turun 5 persen. Ketiga, jika London dan Brussels tidak mencapai kesepakatan dan Inggris mengacu pada aturan WTO, pertumbuhan akan turun sampai 8 persen.
Menanggapi bocoran yang terjadi saat PM Inggris Theresa May sedang melakukan kunjungan kerja ke China, pejabat Inggris menyatakan, semua kementerian di Inggris saat ini sedang melakukan analisis menyeluruh terkait Brexit.
”Laporan ini tidak menggambarkan rincian hasil yang kita inginkan, yaitu kemitraan yang khusus dan mendalam dengan Uni Eropa,” kata pejabat itu.
Anggota parlemen dari kubu oposisi, Chris Leslie, yang dulu mendukung Inggris tetap bersama UE, mendesak pemerintah untuk memublikasikan laporan itu. ”Pemerintah kini harus memublikasikan analisisnya dengan lengkap sehingga para anggota parlemen dan rakyat Inggris bisa melihat sendiri bagaimana dampak Brexit dan bisa menilai sendiri apakah ini merupakan jalan yang benar bagi negara kita,” kata Leslie.
Namun, anggota Konservatif yang pro-Brexit, Jacob ReesMogg, menganggap laporan itu ”sangat spekulatif”.
Pertarungan
Tekanan bagi May semakin besar setelah majelis tinggi (House of Lords) akan mengupayakan amandemen terhadap RUU Brexit yang menurut mereka memiliki ”kesalahan fundamental” terkait kekuasaan para menteri yang bisa mengamandemen UU Brexit. Kubu oposisi, yaitu Partai Buruh dan Liberal Demokrat, akan menolak upaya pemerintah menetapkan Hari Brexit di UU.
Sedikitnya ada 200 anggota majelis yang sudah mendaftar untuk berbicara dalam debat dua hari itu. ”Ini akan menjadi momen yang menegangkan bagi pemerintah,” kata Ketua Majelis Tinggi Lord Dick Newby. Juru bicara Partai Buruh, Baroness Dianne Hayter, mengatakan, debat pekan ini akan memberikan indikasi jelas tentang sikap parlemen bahwa RUU itu tidak layak.
Posisi May juga dikabarkan terus digoyang sejak ia mempercepat pelaksanaan pemilu tahun lalu yang membuat Partai Konservatif kehilangan kursi mayoritas di majelis rendah. Perpecahan di partai itu semakin kuat sejak UE menyatakan bahwa Inggris akan terikat oleh UU UE selama dua tahun pasca-Brexit. Artinya, Inggris tetap akan diperlakukan seolah-olah sebagai anggota UE, tetapi tidak memiliki hak suara.
Dengan ketentuan itu, Inggris tidak bisa secara unilateral melakukan kesepakatan perdagangan dengan negara-negara lain. Padahal, PM May kini telah mulai merintis kemungkinan kesepakatan dagang dengan sejumlah negara, antara lain dengan AS, China, dan Jepang.
Menteri Brexit David Davis menegaskan bahwa Inggris bebas selama periode transisi untuk melakukan negosiasi dengan dunia luas, hal yang terlarang selama menjadi anggota UE.
Namun, juru runding UE, Michel Barnier, mengatakan, tak akan ada kesepakatan antara Inggris dan negara ketiga tanpa persetujuan dari 27 negara UE. Bahkan, Inggris juga harus tunduk pada semua aturan baru UE yang diterapkan selama masa transisi.
Isu ini diyakini akan menjadi perdebatan sengit pada perundingan Brexit dalam waktu dekat.