Milisi bersenjata Dewan Transisi Selatan (STC) pimpinan mantan Gubernur Aden, Aidarous al-Zoubeidi, yang didukung Uni Emirat Arab kini menguasai kota Aden setelah bertempur melawan pasukan loyalis Presiden Yaman Abdurabbuh Mansour Hadi sejak Minggu (28/1).
Jatuhnya barak militer Batalyon 4 di bawah komando Brigadir Jenderal Mahran al-Qubati ke tangan milisi STC, Senin malam lalu, secara de facto menandai berakhirnya kekuasaan Presiden Hadi di kota Aden. Batalyon 4 dikenal sebagai loyalis Hadi yang bertugas menjaga istana kepresidenan di kota itu.
Apa yang terjadi pada pemerintahan Hadi di kota Aden saat ini persis seperti yang terjadi pada pemerintahannya di kota Sana’a pada 2014. Kala itu, milisi Houthi mengepung dan mendobrak kantor-kantor pemerintah di kota Sana’a. Milisi Houthi lalu mengambil alih kekuasaan dan mengusir pemerintahan Hadi. Presiden Hadi kemudian menyingkir ke Aden.
Milisi Houthi terus mengejar Hadi di Aden dan mendobrak kota tersebut. Hadi lari ke Riyadh, Arab Saudi, setelah Aden diduduki milisi Houthi. Berkat bantuan pasukan koalisi Arab pimpinan Arab Saudi, Hadi dan pasukannya menguasai kembali kota Aden pada Juli 2015.
Namun, setelah kubu Hadi menguasai kembali Aden, muncul perpecahan di internal pemerintahannya. Perpecahan itu akibat tarik-menarik kepentingan antara Hadi dan Uni Emirat Arab (UEA). UEA merasa berandil terbesar dalam pembebasan Aden dari Houthi dan ingin memperkuat kepentingannya dengan cara menempatkan para loyalisnya di tubuh pemerintahan dan militer Yaman.
Hadi melawan keras agenda politik UEA itu. Hadi, loyalis Arab Saudi, menolak adanya dwikomando, yakni UEA dan Pemerintah Yaman yang dipimpinnya, di kota Aden. Dia pun memecat semua loyalis UEA di tubuh pemerintah dan militer. Aksi pembersihan loyalis UEA dimulai ketika Hadi memecat komandan pasukan pengamanan Bandar Udara Internasional Aden, Letnan Kolonel Saleh al-Omairi, loyalis UEA, Februari 2017.
Pertempuran langsung pecah saat itu antara pasukan Omairi yang menolak pemecatan oleh Hadi dan pasukan keamanan presiden dari Batalyon 4 pimpinan Qubati. Pesawat tempur UEA membantu pasukan Omairi dalam menghadapi pasukan Qubati.
Pada April 2017, Hadi memecat Gubernur Aden, Aidarous al-Zoubeidi, dan komandan pasukan Perisai Keamanan, Hani bin Braik. Dua pejabat militer ini dikenal sebagai loyalis UEA. Zoubeidi diganti dengan Abdulaziz al-Mufleihi. Perlu dicatat, pasukan Perisai Keamanan dibentuk UEA untuk meredam pengaruh partai Islah di Yaman yang merupakan bagian jaringan Ikhwanul Muslimin (IM). Seperti diketahui, UEA sangat anti-IM.
Harian al Quds al Arabi mengungkapkan, UEA telah menekan Presiden Hadi supaya memecat Al-Mufleihi sebagai Gubernur Aden, tetapi Hadi menolak tekanan UEA tersebut. Sebelumnya, April 2016, Presiden Hadi juga memecat Perdana Menteri Yaman yang dikenal loyalis UEA, Khaled Mahfoud Bahah, dan menggantinya dengan Ahmed Obeid bin Daghr.
UEA dan para loyalisnya tidak tinggal diam. Mereka melancarkan serangan balik untuk melumpuhkan pemerintahan Presiden Hadi di Aden. Pada April 2017, Aidarous al-Zoubeidi membentuk STC sebagai tandingan pemerintahan Presiden Hadi di Aden. UEA lalu menggunakan STC untuk menggembosi kekuasaan Hadi di Aden.
STC kemudian membentuk sayap militer yang direkrut dari milisi loyalis Zoubaidi dan UEA. Sayap militer tersebut yang beberapa hari terakhir ini menyerang pasukan loyalis Hadi di kota Aden dan mengambil alih kekuasaan.
Dengan demikian, sejak krisis Yaman belakangan muncul, telah terjadi dua kali kudeta terhadap pemerintahan Hadi, yaitu di kota Sana’a oleh milisi Houthi pada 2014 dan di kota Aden pada Januari 2018 oleh milisi STC dukungan UEA.
Anehnya, Arab Saudi yang memimpin koalisi Arab tidak berbuat banyak. Pemimpin koalisi Arab ini bahkan cenderung seperti hanya menonton pertarungan Hadi versus UEA itu.