PHNOM PENH, JUMAT — Pemerintah Kamboja, Jumat (2/2), menyetujui Undang-Undang Lese Majeste pertama di negeri itu, yang memberikan hukuman lima tahun kepada siapa saja yang terbukti bersalah menghina raja Kamboja. Para pembela hak asasi manusia di Kamboja khawatir UU Lese Majeste akan menyasar kelompok kritis di negara itu.
Tidak seperti di Thailand, negara tetangga, yang menghukum para penghina kerajaan dengan penjara puluhan tahun, monarki di Kamboja lebih bersifat simbolik dan sebelumnya tak dilindungi dari kritik. UU Lese Majeste Kamboja diadopsi dalam sidang kabinet yang dipimpin oleh Perdana Menteri Hun Sen.
Hun Sen saat ini berupaya memperpanjang masa jabatannya sebagai PM dalam pemilihan umum, Juli. Tahun lalu, ia membubarkan partai oposisi. Juru bicara Pemerintah Kamboja, Phay Siphan, menuliskan di laman Facebook bahwa UU Lese Majeste melarang penghinaan terhadap Raja Kamboja Norodom Sihamoni. Larangan ini dimasukkan dalam aturan kriminal untuk ”menegakkan dan melindungi reputasi dan nama kerajaan”.
”Penghinaan terhadap Raja akan dikenai hukuman 1-5 tahun penjara dan denda 2.500 dollar AS (Rp 33,6 juta)”, demikian unggahan Siphan di Facebook.
Kekuasaan monarki Kamboja telah berkurang secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir di bawah pemerintahan Hun Sen. Perdana menteri berusia 65 tahun ini mendominasi dan mengontrol ketat Kerajaan Kamboja selama 33 tahun masa pemerintahannya sebagai PM.
Raja Sihamoni naik takhta pada 2004 dan dipandang murni sebagai sosok simbol kerajaan yang tenang. Hal ini sangat kontras dengan ayahnya, Norodom Sihanouk, yang sangat ambisius secara politik dan secara terang-terangan berselisih pendapat dengan PM Hun Sen sebelum ia turun takhta.
Raja Sihamoni belum pernah menempatkan dirinya sebagai ancaman bagi kekuasaan PM Hun Sen yang otoriter. Ia sangat dihormati warga Kamboja dan berdiri di atas semua kelompok politik di negerinya. Namun, sikap Raja Sihamoni yang pasif di politik juga dikritik ketika Hun Sen—yang secara teknis masih membutuhkan Sihamoni untuk menyetujui undang-undang baru—memberangus lawan-lawan politiknya.
Senjata politik
Namun, pendukung hak-hak asasi manusia memperingatkan bahwa UU Lese Majeste itu kemungkinan akan dijadikan sebagai senjata politik di Kamboja. Di negeri ini pengadilan secara rutin menghukum warga berdasar perintah Hun Sen.
”Ada risiko nyata bahwa lese majeste akan ditambahkan sebagai senjata hukum yang saat ini disalahgunakan oleh Pemerintah Kamboja untuk membungkam para pengkritik,” kata Kingsley Abbott dari Komisi Internasional Para Juri (ICJ).
Brad Adams dari organisasi Human Rights Watch menyatakan bahwa UU Lese Majeste tersebut adalah ”pukulan keras terhadap kebebasan berekspresi”. Ia menuduh Hun Sen sedang meramu ”ancaman palsu” pada pemilu tahun ini.
Menurut Siphan, kabinet Kamboja juga menyetujui amendemen serangkaian artikel konstitusi yang dimaksudkan untuk memblokir ”campur tangan dari luar negeri”. Partai oposisi, yakni Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP), telah dibubarkan lewat keputusan pengadilan, November 2017. (AFP/LOK)