JAKARTA, KOMPAS Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Zeid Ra’ad al-Hussein, memperingatkan, kekerasan terhadap warga Rohingya di Myanmar bisa menjadi ancaman keamanan kawasan. Akibat isu Rohingya, konflik berlatar agama bisa terjadi di luar Myanmar.
Zeid mengatakan, pelanggaran HAM yang dilakukan saat ini bisa menjadi konflik di esok hari. ”Jika krisis Rohingya telah memicu konflik yang lebih luas berdasarkan identitas keagamaan, perselisihan selanjutnya bisa menjadi lebih besar,” ujarnya dalam acara Jakarta International Conversation on Human Rights yang digelar Kementerian Luar Negeri, Senin (5/2), di Jakarta.
Bahkan, lanjut Zeid, dikhawatirkan kekerasan selanjutnya melewati perbatasan Myanmar. Pemicu kekerasan itu adalah kekerasan yang dilakukan aparat Myanmar terhadap warga Rohingya. Ia tidak menampik ada pembersihan etnis dan genosida di sana. ”Myanmar menghadapi krisis yang sangat serius dengan dampak yang berpotensi cukup parah terhadap keamanan di kawasan ini,” ujar Zeid.
Menurut diplomat veteran asal Jordania itu, konflik di Myanmar merupakan puncak diskriminasi dan kekerasan terhadap warga Rohingya selama puluhan tahun. Upaya perbaikan kondisi sosial dan ekonomi di Rakhine, tempat tinggal sebagian besar warga Rohingya di Myanmar, tidak bisa menutupi diskriminasi itu.
Pemerintah Myanmar diduga kuat terlibat kekerasan itu. Otoritas Myanmar menolak pemantau independen dan jurnalis untuk melihat fakta di lapangan. Bahkan, tim penyelidik PBB juga ditolak masuk Myanmar.
Pekan lalu, muncul laporan yang menyebut ada sejumlah kuburan massal warga Rohingya yang dibunuh militer Myanmar. Pemerintah Myanmar membantah laporan itu. Mereka mengklaim hanya bertindak keras terhadap orang yang dituding sebagai kelompok radikal.
Pemerintah Myanmar juga masih berkeras bahwa Rohingya adalah pendatang ilegal, bukan warga asli negara itu. Krisis Rohingya meletus sejak Agustus tahun lalu yang menyebabkan hampir 700.000 warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh.
Kritik HAM di Asia
Selain membahas isu Myanmar, Zeid juga menyoroti kondisi HAM di Asia. Ia mengkritik negara-negara Asia karena keadaan demokrasi dan HAM di negara- negara itu dinilai buruk. Asia berusaha menutupi keadaan tersebut dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan dalih melindungi keamanan publik, banyak pemerintah menekan kebebasan berpendapat, kemerdekaan pers, dan kemandirian pengadilan.
”Saya sangat prihatin pada kekerasan terhadap masyarakat sipil di banyak negara dan tindakan yang pada akhirnya menangguhkan atau mengurangi tata pemerintahan demokratis, yang partisipatif dan akuntabel,” tutur Zeid.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, Zeid bertandang ke Indonesia bukan karena ada pelanggaran HAM di sini. Pangeran asal Jordania itu datang atas undangan Pemerintah Indonesia. ”Biasanya beliau datang karena ada suatu masalah di negara tersebut. Akan tetapi, kali ini diundang oleh pemerintah,” ujar Retno.
Zeid dijadwalkan berada di Indonesia selama tiga hari sejak Senin, antara lain akan bertemu Presiden Joko Widodo. Selama di Indonesia, ia akan membahas sejumlah isu, termasuk soal Papua dan hak-hak kelompok minoritas. Dari Indonesia, ia dijadwalkan ke Papua Niugini dan Fiji.
Retno mengatakan, dunia menghadapi berbagai bentuk kejahatan HAM. Dampaknya antara lain gelombang pengungsi di Eropa. ”Pelanggaran dan kejahatan terhadap HAM dapat menciptakan ketegangan yang pada akhirnya menjadi konflik,” kata dia. (RAZ)