Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia, Igor Konashenkov, menegaskan, sumber utama tiadanya stabilitas di Suriah adalah masih bercokolnya Front al-Nusra. Ia lalu memaparkan, yang semakin mencemaskan adalah Front al- Nusra yang memiliki sistem anti-serangan udara portabel canggih yang bisa digunakan dan sekaligus mengancam pesawat tempur.
Konashenkov menegaskan hal itu setelah milisi Hayat Tahrir al-Sham mengklaim menembak jatuh pesawat tempur pengebom Rusia Sukhoi Su-25 di kota Khan al-Subl, dekat kota Saraqeb, Provinsi Idlib, Suriah barat laut, Sabtu (3/2).
Hayat Tahrir al-Sham yang dibentuk pada 8 Januari 2017 merupakan kumpulan milisi radikal di Suriah dengan tulang punggung Front al-Nusra. Mereka berbasis di Provinsi Idlib.
Masyarakat internasional, termasuk Amerika Serikat dan Rusia, menetapkan Front al-Nusra sebagai organisasi teroris. Front al-Nusra, yang dipimpin Mohammad Golani, dikenal sebagai sayap Al Qaeda di Suriah. Front al-Nusra kemudian mengubah nama menjadi Fath al-Sham dan mengumumkan telah mengakhiri hubungan dengan Al Qaeda.
Fath al-Sham dan beberapa faksi radikal lainnya, seperti milisi Front Ansar al-Din dan Gerakan Nour al-Din al-Zenki, lalu menggalang pembentukan Hayat Tahrir al-Sham. Fath al-Sham merupakan kekuatan militer terbesar dalam organisasi Hayat Tahrir al-Sham.
Saingan terbesar Hayat Tahrir al-Sham adalah Ahrar al-Sham, milisi oposisi moderat bersenjata. Di tubuh Ahrar al-Sham terdapat banyak faksi kecil dengan loyalitas yang berbeda pula, yakni ada faksi loyalis Turki, Arab Saudi, Qatar, dan Amerika Serikat.
Meski bersaing, Hayat Tahrir al-Sham disinyalir memiliki mesin dan personel militer lebih kuat ketimbang Ahrar al-Sham. Personel Ahrar al-Sham kini diperkirakan hanya sekitar 3.000 anggota. Adapun Hayat Tahrir al- Sham memiliki personel hingga 31.000 orang dengan rincian dari Front al-Nusra/Fath al-Sham 18.000 personel, Gerakan Nour al-Din al-Zenki 7.000 personel, Front Ansar al-Din 1.700 personel, Liwa al-Haq 1.900 personel, Jeish al-Sunnah 2.000 personel, dan beberapa faksi radikal kecil lainnya.
Milisi Hayat Tahrir al-Sham dan Ahrar al-Sham sering terlibat kontak senjata di beberapa area di Provinsi Idlib.
Milisi independen
Hayat Tahrir al-Sham memiliki sistem komando independen yang tidak tunduk pada pengaruh kekuatan regional. Ini berbeda dengan milisi Ahrar alSham yang sistem komandonya berada di Ankara atau Riyadh.
Maka, perilaku milisi Hayat Tahrir al-Sham yang tanpa koordinasi itu sering menyulitkan Ahrar al-Sham dan Turki ataupun Arab Saudi. Pada Sabtu lalu, misalnya, aksi milisi Hayat Tahrir al-Sham yang menembak jatuh pesawat pengebom Rusia Sukhoi Su-25 menyulitkan Turki dan Ahrar al-Sham.
Pasalnya, setelah itu Rusia dan pemerintah Damaskus melancarkan serangan balasan secara membabi buta di Provinsi Idlib dan Ghouta timur tanpa pandang pilih lagi area di bawah kontrol Hayat Tahrir al-Sham atau Ahrar al-Sham. Sejak lama, Rusia dan Suriah tidak membeda-bedakan antara oposisi radikal dan oposisi moderat. Bahkan, warga sipil menjadi korban terbesar dalam serangan balasan Rusia dan pasukan Suriah itu.
Hayat Tahrir al-Sham pun selalu menjadi duri bagi tercapainya kesepakatan gencatan senjata dan solusi politik di Suriah terakhir ini. Dengan ditetapkansebagai organisasi teroris, mereka didepak dan tidak diundang baik ke forum Geneva yang digalang PBB dan Barat maupun forum Astana yang disponsori Rusia, Turki, dan Iran.
Karena itu, setelah lumpuhnya kekuatan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), maka sudah seharusnya masyarakat internasional bersatu lagi melumpuhkan kekuatan Hayat Tahrir al-Sham.