RI-China Motor Kawasan
Selain memperkokoh kemitraan, kunjungan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi di Beijing juga menjadi sarana mendorong perkuatan kerja sama regional China-ASEAN.
BEIJING, KOMPAS Di tengah menguatnya relasi dan peningkatan kerja sama—terutama ekonomi—antara Indonesia dan China, Jakarta berharap, kemitraan yang terjalin harus menguntungkan kedua pihak. Selain itu, sebagai dua negara besar, Indonesia dan China dapat mengambil peran lebih besar untuk mendorong kemakmuran serta perdamaian regional dan global.
Harapan itu menjadi bagian dari pesan yang disampaikan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Jumat (9/2), saat bertemu dengan mitranya, Menlu China Wang Yi. Hal senada juga disampaikan Menlu Retno saat diterima oleh Perdana Menteri China Le Keqiang di Beijing.
Seusai bertemu dengan Menlu Wang Yi, Menlu Retno mengatakan, angka perdagangan, investasi, dan kunjungan wisatawan China ke Indonesia terus meningkat. Di tengah peningkatan itu, Menlu menginginkan perdagangan yang lebih seimbang. ”Indonesia berharap produk-produk unggulan seperti minyak sawit mentah dapat ditingkatkan,” kata Menlu Retno.
Indonesia berharap China membuka lebih banyak pasar untuk produk unggulan Indonesia. Salah satunya adalah pasar untuk minyak sawit. China berada di peringkat kedua dalam daftar tujuan ekspor minyak sawit Indonesia. Padahal, India, yang penduduknya separuh dari China, berada di peringkat pertama dalam daftar itu.
Indonesia melihat peluang peningkatan ekspor setelah China mengumumkan akan mengembangkan bahan bakar nabati yang 5 persen kandungannya adalah minyak sawit. Kebutuhan minyak sawit di negara itu akan berkembang seiring program bahan bakar nabati tersebut.
Selain isu bilateral, Indonesia juga mengharapkan China bersama ASEAN terus menjadi motor regional, terutama dalam isu stabilitas, keamanan, dan kesejahteraan kawasan. Untuk itu, Indonesia dan ASEAN berharap panduan tata perilaku di Laut China Selatan bisa segera disepakati dengan China.
Segera diselesaikan
Menlu Retno mengatakan, tahun lalu, ASEAN dan China sudah menyepakati kerangka kerja untuk pembahasan panduan itu. Perundingan untuk panduan tata berperilaku (code of conduct/ COC) dimulai Maret 2018. ”Indonesia berharap negosiasi ini dapat segera diselesaikan,” kata Menlu Retno.
Dalam pernyataan pers bersama, Menlu Wang Yi tidak secara langsung menyinggung isu kode tata perilaku tersebut. Ia hanya menyatakan ASEAN dan China sudah 15 tahun menjalin kemitraan strategis.
Sebagai catatan, di tingkat ASEAN pembahasan terakhir isu kode tata perilaku dibicarakan dalam pertemuan para menteri luar negeri, awal pekan ini, di Singapura. Secara informal, sikap ASEAN soal perundingan itu disampaikan Menlu Retno kepada Menlu Wang. Inti pesan itu adalah ASEAN ingin COC segera disepakati.
Pembicaraan tentang COC sudah dibahas hampir 20 tahun lalu. Pada 2002, ASEAN dan China menyepakati Deklarasi Perilaku Para Pihak Di Laut China Selatan. Namun, nyaris tidak ada kemajuan sejak deklarasi itu disepakati dan diumumkan. Hingga pada pertengahan tahun 2017, ASEAN dan China menyepakati kerangka kerja untuk pembahasan COC dan perundingan akan dimulai Maret 2018.
Selain membahas soal COC Laut China Selatan, kedua menlu juga mendiskusikan arsitektur kawasan. Kepada Wang, Retno menyampaikan soal konsep Indo-Pasifik. ”Bagi Indonesia, arsitektur kawasan harus berprinsip terbuka, transparan, inklusif, mendorong semangat kerja sama, dan menghormati hukum internasional,” ujarnya.
Wang menyatakan mendukung ide itu. ”Ide itu menunjukkan peran penting Indonesia dalam kerja sama regional,” kata Wang
Ia juga menyebut Indonesia dan China sejak lama tercatat sebagai negara yang aktif mendorong kerja sama kawasan. Hal itu antara lain tecermin saat Indonesia dan China sama-sama terlibat di Konferensi Asia Afrika yang menghasilkan Dasa Sila Bandung pada 1955. Prinsip kerja sama antarbangsa pada Dasa Sila Bandung masih relevan sampai sekarang. ”China dan Indonesia adalah dua negara besar yang terus bekerja sama,” kata Wang.
(JOS)