AS Kejar Iran di Suriah Timur
Setelah kekalahan kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah, agenda utama politik Amerika Serikat di Suriah saat ini adalah meredam pengaruh Iran dan loyalisnya, Hezbollah. Washington menganggap Iran dan rezim Bashar al-Assad sebagai satu paket yang harus diperangi.
Bagi AS, nilai strategis serangan militer di Provinsi Deir El Zour itu tidak kalah atau sama dengan nilai serangan 59 rudal Tomahawk terhadap pangkalan udara militer Shayrat, dekat kota Homs pada April 2017. Serangan itu merupakan balasan terhadap serangan kimia rezim Assad atas kota Khan Sheikhoun, Idlib.
Serangan atas Deir El Zour dan Shayrat memiliki pesan yang sama dari AS untuk Rusia, Suriah, dan Iran bahwa ada dua garis merah AS di Suriah saat ini yang tidak boleh dilampaui oleh siapa pun. Dua garis merah tersebut, pertama adalah senjata kimia. Kedua, wilayah Suriah timur atau sebelah timur Sungai Eufrat yang meliputi Provinsi Deir El Zour dan Raqqa.
AS ingin menegaskan bahwa akan langsung melakukan intervensi militer, berapa pun harganya, jika Pemerintah Suriah, Rusia, atau Iran menggunakan senjata kimia atau mencoba menguasai wilayah Suriah timur.
AS ingin menegaskan bahwa selama belum tercapai kesepakatan politik komprehensif di Suriah, kontrol wilayah Suriah secara de facto terbagi antara kekuatan internasional dan regional.
Ibu kota Damaskus, wilayah Suriah tengah yang meliputi Provinsi Hama dan Homs, wilayah pantai Suriah yang meliputi Provinsi Latikia, dan wilayah sepanjang perbatasan dengan Lebanon, di bawah kontrol Pemerintah Suriah, Rusia, dan Iran.
Provinsi Idlib di Suriah barat laut berada di bawah pengaruh Turki dan Arab Saudi. Provinsi Deraa di Suriah Selatan dan Dataran Tinggi Golan berada di bawah kontrol Jordania dan AS. Provinsi Al Hasakah di Suriah timur laut berada di bawah kontrol Kurdi. Sementara Suriah timur hingga perbatasan dengan Irak berada di bawah kontrol AS dan koalisinya dari pasukan Demokratik Suriah (SDF).
AS ingin agar semua pihak menghormati pembagian secara de facto wilayah tersebut.
Sejak awal, AS mengincar wilayah Suriah timur. Karena itu, AS menggalang pembentukan SDF pada Oktober 2015 untuk memerangi NIIS yang menguasai Suriah timur. Anggota SDF terdiri dari milisi Kurdi dari Unit Pelindung Rakyat (YPG) dan
kabilah-kabilah Arab yang berdomisili di tepi timur Sungai Eufrat.
SDF yang didukung penuh AS berhasil mengusir NIIS dari Raqqa pada paruh kedua tahun 2017. Namun, sampai saat ini AS/SDF masih harus berbagi kontrol dengan Pemerintah Suriah atas Provinsi Deir El Zour setelah hengkangnya NIIS.
Inilah pertarungan AS versus Iran di Provinsi Deir E Zor setelah era NIIS di provinsi itu.
Kontrol AS
Dalam agenda politik AS di Suriah timur, AS menolak bermitra dengan Turki. AS lebih memilih bergandengan tangan dengan Kurdi melalui SDF.
Turki sebenarnya sudah berkali-kali menawarkan diri membantu dan bekerja sama dengan AS dalam perang melawan NIIS di Raqqa dan Deir El Zour, tetapi AS selalu menolak. AS kurang percaya terhadap Turki dalam perang melawan NIIS karena Turki dianggap sering bermain mata dengan NIIS.
Setelah era NIIS, AS juga menolak bermitra dengan Turki dalam perang membendung pengaruh Iran di Raqqa dan Deir El Zour karena Ankara dianggap punya banyak titik temu dengan Iran di Suriah. Apalagi setelah terbentuknya forum perundingan Astana pada Januari 2017 dengan sponsor Rusia, Turki dan Iran.
Bagi AS, wilayah Suriah timur sangat strategis dalam konteks pertarungan geopolitik di Suriah. Menurut AS, dengan mengontrol wilayah Suriah timur berarti sekaligus bisa mengontrol perbatasan Suriah-Irak.
Itu langkah strategis karena dapat memotong ambisi Iran untuk memiliki jalur logistik darat dari Teheran menuju Laut Mediterania melalui Baghdad, Damaskus, dan Beirut. Saat ini Iran dikenal berambisi membangun jalur bulan sabit Syiah yang membentang mulai dari Teheran, Baghdad, Damaskus, hingga Beirut.
Dengan menguasai Suriah timur, AS juga bisa menghadang anggota dan pimpinan NIIS yang ingin lari dari Irak ke Suriah setelah jatuhnya kota Mosul ke tangan pemerintah Baghdad. NIIS yang lari dari Mosul dan kota lain di Irak kini terjepit di wilayah Gurun Sahara di Irak barat, karena tidak berani menyeberang ke Suriah timur yang sudah dikontrol AS dan SDF.
Lebih dari itu, nilai ekonomi Provinsi Deir El Zour menjadi magnet kekuatan internasional dan regional. Sekitar 40 persen produksi minyak Suriah berasal dari Provinsi Deir El Zour. Sebagian besar ladang minyak Suriah berada di provinsi tersebut, seperti ladang minyak Al-Omar, Al-Tanak, Al-Taim, Al-Shoula, Al-Kharata, dan Deiro field.
Selain itu, Provinsi Deir El Zour juga dikenal subur karena dilalui Sungai Eufrat. Provinsi itu merupakan penghasil sekitar 30 persen produk pertanian Suriah, khususnya kapas. Karena itu, jika menguasai Deir El Zour, maka akan menguasai ekonomi Suriah.
Jika AS dan SDF bisa disebut telah mengontrol penuh provinsi Raqqa, belum ada pihak yang saat ini bisa disebut mengontrol penuh Provinsi Deir El Zour. Maka, pertarungan berebut pengaruh di Provinsi Deir El Zour bakal sengit.
Dalam konteks pertarungan tersebut, bagi AS adalah sebuah keniscayaan menyerang milisi loyalis Damaskus di Deir El Zour Rabu lalu. Boleh jadi serangan itu merupakan serangan balasan atas serangan membabi buta Rusia dan Suriah atas Ghouta timur dan Idlib setelah jatuhnya pesawat tempur Rusia Sukhoi Su-25 di Idlib. Apalagi ada dugaan kuat bahwa Suriah kembali menggunakan senjata kimia dalam serangan atas Ghouta timur.
Pada akhirnya, AS menginginkan kontrol atas Suriah timur bisa memperkuat posisi tawar mereka pada Rusia dalam perundingan damai Suriah.