SEOUL, SELASA Korea Utara ingin mempererat hubungan bilateral melalui dialog dan rekonsiliasi dengan Korea Selatan setelah delegasi Korea Utara mendapatkan sambutan dan layanan yang baik dari Pemerintah Korea Selatan. Pernyataan ini disampaikan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, Selasa (13/2), setelah rombongan delegasi Korut pimpinan Kim Yo Jong, adik perempuan Jong Un, kembali ke Pyongyang.
Sejumlah pejabat tinggi Korut berada di Korsel selama tiga hari untuk hadir pada Olimpiade Musim Dingin Pyeongchang, Korsel. Karena sudah memberikan layanan dan sambutan yang baik, kantor berita Korut, KCNA, menyebutkan, Jong Un memuji Seoul yang ”tulus dan ikhlas” karena memprioritaskan kunjungan delegasi Korut. ”Sangat mengesankan,” kata Jong Un yang dikutip KCNA.
Selama berada di Korsel, rombongan delegasi Korut mendapat undangan dan pertemuan di kantor kepresidenan Korsel, Gedung Biru. Mereka juga menginap di hotel mewah bintang lima. Presiden Moon Jae-in bahkan ikut menemani Yo Jong saat menyaksikan sejumlah ajang Olimpiade dan konser orkestra.
Laporan KCNA itu merupakan reaksi resmi pertama Jong Un. Kunjungan Yo Jong ke Seoul adalah kunjungan pertama keluarga besar Dinasti Kim ke Korsel setelah Perang Korea berakhir. Selama kunjungan ini, semua sudah diatur rinci, mulai dari baju yang dipakai, ekspresi wajah, hingga tas yang harus dibawa.
Meski pejabat tinggi Korut sudah kembali ke Korut, ratusan anggota tim orkestra dan anggota tim pemandu sorak masih berada di Seoul. Mereka akan kembali tampil di babak final tim hoki es putri gabungan Korsel dan Korut. Tim gabungan itu akan berhadapan dengan tim hoki es putri Jepang, Rabu.
Kemesraan Korsel dan Korut, menurut Presiden Moon, ”direstui” Amerika Serikat. AS bahkan terbuka pada kemungkinan berdialog dengan Korut. ”AS melihat dialog Korea ini positif. AS mau bicara dengan Korut,” kata Moon kepada Presiden Latvia Raimonds Vejonis.
Namun, menurut seorang diplomat Jepang, AS tak mungkin mau begitu saja berbicara dengan Korut. Apalagi, karena kebijakan utamanya, yakni melucuti nuklir di Semenanjung Korea, belum berubah. ”Jika Korut diam, kebijakan AS dan Jepang tidak akan berubah,” ujarnya.
Propaganda
Sejak acara pembukaan Olimpiade, militer Korut mengecilkan volume suara siaran propaganda yang diputar di perbatasan zona demiliterisasi Korea. Biasanya di kedua sisi perbatasan, kedua negara tetangga itu sama-sama menyetel siaran dengan suara keras melalui pengeras suara yang berukuran besar. Selain lagu, kedua pihak juga menyiarkan berita dan propaganda satu sama lain.
Ini dimulai 2016 ketika Korsel memulai siaran untuk membalas uji nuklir Korut keempat, Januari 2016. ”Saya masih mendengar, tetapi tak sering seperti sebelumnya,” kata tentara Korsel yang bertugas di perbatasan.
Mats Engman, pensiunan pejabat militer yang memimpin delegasi Swedia pada Komite Pemantau Negara-Negara Netral di zona demiliterisasi itu hingga 2017, menyatakan, berkurangnya intensitas siaran itu bisa menjadi awal dialog. Siaran-siaran itu, propaganda tiada henti, lama-kelamaan akan mengganggu atau memengaruhi kondisi fisik dan psikis tentara yang bertugas.
”Jika mendengarkan siaran seperti itu terus-menerus tanpa henti, tentara-tentara kita susah istirahat dan tidur. Jika ini terjadi dalam jangka panjang, orang bisa frustrasi,” kata Engman.