PHNOM PENH, RABU — Parlemen Kamboja, Rabu (14/2), mengesahkan Undang-Undang Lese Majeste dengan suara bulat. Produk hukum ini melarang tindakan yang dinilai menghina monarki dan kerabat Kerajaan Kamboja.
Kelompok hak asasi manusia di Kamboja langsung menyatakan keprihatinan atas pengesahan UU tersebut. Lese Majeste juga berlaku di negara tetangga Kamboja, yakni Thailand. Menurut kelompok hak asasi manusia, Lese Majeste akan digunakan untuk membungkam para pengkritik pemerintah.
UU tersebut menyebutkan, antara lain, seorang jaksa dapat mengajukan tuntutan pidana atas nama monarki terhadap siapa pun yang dianggap menghina keluarga kerajaan. Mereka yang terbukti bersalah akan menghadapi ancaman hukuman satu hingga lima tahun penjara dan denda 500 dollar AS (Rp 6,7 juta) hingga 2.500 dollar AS.
”Penghinaan diungkapkan dalam kata-kata, isyarat, tulisan, lukisan, atau benda yang memengaruhi martabat pribadi keluarga kerajaan,” kata Pen Panha, Ketua Komisi Legislasi dan Keadilan Parlemen Kamboja.
Raja Norodom Sihamoni secara resmi adalah Kepala Negara Kamboja. Adapun Kepala Pemerintahan Kamboja ialah Perdana Menteri Hun Sen yang telah berkuasa lebih dari 33 tahun.
Menarget pengkritik
Kelompok hak asasi manusia mengatakan, mereka khawatir UU baru tersebut digunakan untuk menyasar pengkritik pemerintah. Kekhawatiran yang sama diungkapkan oleh kelompok hak asasi manusia di Thailand. Di negara ini, Lese Majeste dapat menyebabkan warga Thailand dihukum hingga 15 tahun penjara.
Penuntutan dengan menggunakan UU Lese Majeste di Thailand meningkat sejak kudeta militer Mei 2014. Para pengkritik junta militer mengatakan, UU itu digunakan sebagai sarana untuk membungkam perbedaan pendapat.
”Ada bahaya nyata bahwa UU ini akan diterapkan secara keras untuk menargetkan orang-orang yang mengekspresikan kritik secara legal terhadap pemerintah kerajaan, seperti yang terjadi di negara lain, yakni Thailand,” ujar Chak Sopheap, Direktur Eksekutif Pusat HAM Kamboja.
Pada tahun lalu, Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa menghadapi oposisi utama, Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP). Hun Sen telah membubarkan CNRP, sedangkan pemimpinnya, Kem Sokha, ditangkap karena dituduh melakukan pengkhianatan. Menurut Kem Sokha, penangkapannya bermotif politis.
Tindakan keras terhadap Kem Sokha dilakukan menjelang pemilihan umum pada Juli 2018. Dalam pemilu ini, Hun Sen sebelumnya dipastikan akan mendapat perlawanan keras dari CNRP. Namun, CNRP akhirnya dibubarkan.