Konflik terbuka yang melibatkan kekuatan regional dan internasional di Suriah dalam sebulan terakhir akibat saling melanggar garis merah kepentingan satu sama lain di negara itu. Berikut garis besar kepentingan kekuatan regional dan internasional di Suriah yang terdiri dari Rusia, Amerika Serikat, Turki, Israel, dan Iran.
1. Rusia kini mengontrol apa yang disebut urat nadi negara Suriah. Secara geografis, urat nadi Suriah membentuk segitiga antara kota Damaskus, Latikia, dan Aleppo di mana terdapat kota Hama dan Homs. Sebagian besar konsentrasi penduduk Suriah berada di wilayah urat nadi itu. Pusat politik dan ekonomi Suriah juga berada di wilayah itu.
Rusia yang memiliki pangkalan laut permanen di kota pelabuhan Tartus dan pangkalan udara Khmeimim dekat kota Latikia dengan mudah mengontrol wilayah urat nadi yang sangat strategis itu. Rusia secara resmi melakukan intervensi militer di Suriah pada September 2015 dengan mengirim pasukan darat, udara, dan laut secara besar-besaran ke negara itu.
Rusia bergerak menyerang Idlib dan Ghouta timur serta membantu mengirim pesawat tanpa awak ke Israel pada 10 Februari lalu setelah merasa kepentingannya di wilayah urat nadi terancam dengan adanya gempuran atas pangkalan udara Khmeimim pada 31 Januari lalu.
2. Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk mengontrol Provinsi Deir El Zour di Suriah timur setelah hengkangnya kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dari provinsi itu. Bagi AS, Provinsi Deir El Zour sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Irak dan terdapat pintu gerbang Abu Kamal untuk akses menuju Irak.
Di mata AS, ada dua nilai strategis mengontrol perbatasan Irak-Suriah. Pertama adalah menggagalkan upaya Iran memiliki akses ke Laut Tengah melalui jalur darat yang disebut bulan sabit yang membentang dari Teheran, Baghdad, Damaskus, hingga Beirut. Kedua, bisa mencegah aktivis NIIS di Irak lari ke Suriah.
AS menyerang milisi loyalis rezim Bashar al-Assad di Provinsi Deir El Zour pada 7 Februari lalu setelah mengancam kepentingan AS di provinsi tersebut.
3. Israel berkepentingan agar wilayah Suriah selatan bersih dari Iran, Hezbollah, dan faksi-faksi loyalis Iran. Sejak 2016, Israel meminta Rusia dan AS membantu membersihkan area perbatasan Israel-Suriah hingga sejauh 60 kilometer ke dalam wilayah Suriah dari Hezbollah dan milisi pro-Iran lainnya. Bahkan, Israel ikut menyuplai senjata dan dana kepada oposisi bersenjata Suriah di Suriah selatan dan Dataran Tinggi Golan untuk mengusir Hezbollah dan milisi loyalis Iran lainnya dari dua wilayah tersebut.
Israel pun sering menyerang posisi Iran dan Hezbollah di Suriah untuk mengamankan wilayah perbatasan Israel-Suriah dari Iran dan milisi pro-Iran.
4. Turki menginginkan wilayah Suriah utara dan barat laut bersih dari milisi Kurdi yang dikenal dengan nama Unit Perlindungan Rakyat (YPG),serta tidak terbentuknya negara Kurdi yang membentang dari Provinsi Al Hasaka di timur hingga Afrin di barat. Bagi Turki, isu negara Kurdi adalah garis merah.
Turki melancarkan operasi Perisai Eufrat di tepi barat sungai Eufrat sejak Agustus 2016 dan operasi Ranting Zaitun di Afrin sejak 20 Januari lalu untuk mencegah terbentuknya negara Kurdi
5. Iran berkepentingan agar rezim Presiden Bashar Al-Assad bertahan di Damaskus. Koalisi Teheran-Damaskus sudah terbangun pascarevolusi Iran tahun 1979.
Iran juga memiliki kepentingan untuk ikut mengontrol perbatasan Irak-Suriah dalam upaya mewujudkan impian memiliki akses ke Laut Tengah melalui jalur bulan sabit dari Teheran, Baghdad, Damaskus, hingga Beirut.
Bagi Iran, dengan bertahannya rezim Assad, kepentingan Teheran di Suriah tetap terjamin dan sekaligus memperkuat posisi Hezbollah di Lebanon yang merupakan faksi loyalis Iran di negara itu.
Bandar udara Damaskus selama ini dikenal sebagai pusat jalur suplai senjata dari Iran ke Hezbollah. Karena itu, sejak 2013, Iran dan Hezbollah melakukan intervensi militer langsung di Suriah untuk membantu rezim Assad di Damaskus.