Beijing, Jumat Menanggapi rancangan undang-undang tentang perkuatan kerja sama Amerika Serikat-Taiwan, media China mengingatkan akan konsekuensi keras yang bakal diterima Taipei. Dalam editorialnya, China Daily menulis, jika Presiden Taiwan Tsai Ing-wen tetap mendukung RUU AS itu, dikhawatirkan, Taipei akan berhadapan dengan Undang-Undang Anti-Pemisahan Diri yang memungkinkan Beijing menggunakan kekuatan untuk mencegah Taiwan lepas dari kekuasaan China. UU tersebut disahkan pada 2005.
Dalam editorial kedua, tabloid Global Times menyatakan, China bisa menyusun langkah yang menarget kekuatan pro-kemerdekaan Taiwan. Secara militer, kekuatan Tentara Pembebasan Rakyat China telah mengubah situasi militer dan politik di sepanjang Selat China.
Beijing juga meningkatkan kehadiran militernya di sekitar Taiwan. Tanggapan media-media China sejajar dengan pernyataan pemerintah China, Jumat (2/3) yang memperingatkan Taiwan dengan tegas, agar jangan mengandalkan pihak asing untuk membangun negeri.
“Atau hal itu hanya akan mempersulit Anda,” kata pernyataan pemerintah China.
RUU
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Senat AS mengeluarkan rancangan undang-undang tentang kerja sama, khususnya, antara Amerika Serikat dengan Taiwan. Meskipun belum ditandatangani oleh Presiden Donald Trump, Senat telah meloloskan RUU itu dengan suara bulat. Bahkan Dewan Perwakilan Rakyat AS telah menyetujuinya.
RUU itu antara lain berisi jin bagi pejabat AS di semua tingkat untuk melakukan perjalanan ke Taiwan dan bertemu dngan mitra mereka di Taiwan. Sebaliknya, para pejabat Taiwan juga diijinkan masuk ke AS dan bertemu dengan pejabat AS. Selain itu RUU itu juga mendorong pelaku ekonomi Taiwan berbisnis di AS.
Praktis, saat ini RUU itu hanya membutuhkan tanda tangan Presiden Trump untuk menjadi UU.
Sikap China
Namun seperti sudah diduga, China justru tersengat. Beijing pun kemudian memperingatkan Taipei dengan menegaskan bahwa Taiwan hanya akan mempersulit diri mereka sendiri jika bergantung pada kekuatan asing.
Sebagaimana disebutkan di atas, media pemerintah China pun menuliskan bahwa China bisa memerangi Taiwan jika pemerintah AS meloloskan RUU menjadi UU yang memperkuat relasi AS-Taiwan.
Bagaimana pun juga Beijing hingga kini mengklaim bahwa Taiwan adalah provinsi dan bagian integral dari "satu China". Taiwan pun disebut tidak memenuhi syarat untuk melakukan hubungan antarnegara. China pun tak segan menggunakan kekuatan untuk membawa pulau Taiwan tersebut berada di bawah kendali China.
Kementerian Pertahanan China pada Desember 2017 lalu menyatakan bahwa Angkatan Udara China telah melakukan 16 putaran latihan di dekat Taiwan. Ancaman militer China terus berkembang di Taiwan.
Kantor Urusan Taiwan milik pemerintah China mengatakan bahwa keberadaan RUU itu adalah pelanggaran serius terhadap prinsip "satu China". Permusuhan China terhadap Taiwan kian meningkat sejak pemilihan Presiden Tsai dari Partai Progresif Demokratik yang pro-kemerdekaan pada tahun 2016 lalu.
China mencurigai bahwa Tsai ingin mendorong kemerdekaan formal, melanggar garis merah yang ditetapkan pemimpin Partai Komunis di Beijing, meskipun pemimpin Taiwan itu telah mengatakan bahwa dia ingin mempertahankan status quo dan berkomitmen untuk menjamin perdamaian.
AS sendiri sebenarnya tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan, namun terikat oleh UU untuk membantu Taiwan mempertahankan diri. China pun terus mengatakan bahwa Taiwan adalah isu paling sensitif dalam hubungan Beijing dengan Washington.
Di sisi lain, Taiwan menyambut baik RUU AS-Taiwan itu. Berbicara kepada wartawan di Taipei, Taiwan, Jumat kemarin, Perdana Menteri Taiwan William Lai mengatakan, AS adalah "sekutu solid" dari Taiwan. Ia pun mengucapkan terima kasih yang dalam atas RUU tersebut.