Angin gurun menghantam wajah Yeraldine Murillo (27), yang bersama dengan ratusan warga Venezuela lainnya menyeret koper sangat berat. Punggung mereka juga menyandang ransel yang tak kalah berat. Di tengah terik matahari, mereka menyusuri jalan menuju kota Maicao yang berada di perbatasan Kolombia.
Di kota itu, ratusan warga Venezuela yang sudah terlebih dulu tiba mengantre di luar kantor imigrasi. Wajah-wajah mereka kelihatan lelah, lapar, dan putus asa. Mereka tak tahu di mana bisa melewatkan malam.
Di depan meja para petugas bertumpuk uang kertas Venezuela yang saat ini sudah tak berharga lagi. Sebagai perbandingan, harga 1 kilogram beras di Venezuela kini mencapai 400.000 bolivar, sementara gaji satu bulan pegawai negeri di sana hanya 248.510 bolivar. Gaji pegawai itu setara dengan 1 dollar AS.
Bagaimana hal tersebut bisa terjadi? Hiper inflasi akibat kegagalan pemerintahan Presiden Nicolas Maduro telah menyebabkan negara itu bangkrut dan sebagian besar penduduknya kekurangan makanan serta tak lagi mampu berobat. Embargo ekonomi sejumlah negara besar akibat kesewenangan Maduro membuat rakyat semakin menderita.
Luis Arellano (58), yang sehari-harinya menjadi mekanik di bengkel, terpaksa mengungsi karena tak mampu lagi memberi makan anak-anaknya. ”Mereka minta makan siang, lalu minta makan malam, dan saya tak punya apa pun untuk diberikan,” kata Arellano yang kini berada di tempat penampungan sementara di Kolombia.
Arellano masih beruntung bisa bersatu dengan anak-anaknya. Tidak demikian dengan Yeraldine Murillo. Ia meninggalkan anaknya yang berusia 6 tahun di Venezuela dan berharap bisa memperoleh kerja di Kolombia untuk mengirim uang kepada sang anak.
”Hanya ada dua pilihan. Mengungsi atau mati. Di sana (Venezuela), rakyat makan dari mengais sampah. Di sini, setidaknya kami masih bisa makan,” ujar Murillo.
Ditolak
Namun, seperti juga kisah-kisah pengungsi yang mencari keselamatan ke negeri orang, lama-lama kehadiran mereka menimbulkan kekhawatiran penduduk setempat. Saat ini sudah sekitar satu juta warga Venezuela yang menyeberangi perbatasan. Sejumlah kota di perbatasan Kolombia sudah kewalahan.
Setiap harinya, sekitar 4.000 warga Venezuela memasuki wilayah Paraguachon secara ilegal. Presiden Kolombia Juan Manuel Santos telah mengirim sekitar 3.000 tentara untuk mengawasi perbatasan yang menuju kota Maicao. Santos juga meminta bantuan internasional agar ikut menanggulangi masalah ini.
Pengungsi yang berhasil sampai di Kolombia menghadapi kesulitan hidup yang tak kalah berat. Khawatir warga Venezuela mengambil alih lowongan pekerjaan, sejumlah warga lokal melakukan demonstrasi anti- pengungsi Venezuela. Polisi kemudian mengusir sekitar 200 warga yang tinggal di gedung olahraga di Maicao. Sebagian dari mereka dideportasi.
”Kami telah meninggalkan segalanya di Venezuela: rumah, mobil, dan tabungan di bank,” kata Rudy Ferrer (51) yang tidur di emperan gudang di Maicao.
Khawatir akan penggerebekan polisi, sebagian migran meninggalkan taman-taman dan stasiun-stasiun bus yang selama ini dijadikan tempat berteduh. ”Saya sangat tertekan. Saya sakit akibat memakan kentang busuk. Saya sangat lapar sehingga terpaksa memakannya,” kata Molina yang tidur di emperan gereja.
Ia mengaku sudah tidak tahan lagi menggelandang dan memikirkan untuk kembali ke Venezuela.