Selamat datang di Zan TV. Televisi perempuan pertama di Afghanistan yang memiliki slogan ”dari perempuan untuk perempuan”. Semua kru televisi ini perempuan. Berita yang disiarkannya pun terkait masalah perempuan.
Zan, yang dalam bahasa Dari berarti ”perempuan”, didirikan tahun 2017 atau 16 tahun sejak pemerintahan Taliban berakhir. Pada era pemerintahan Taliban, seluruh kebebasan perempuan direnggut.
Meski periode gelap itu telah 16 tahun berlalu, perempuan Afghanistan butuh waktu lama untuk perlahan kembali ke peran-peran sosialnya, termasuk di bidang jurnalisme yang dilarang semasa Taliban berkuasa.
Dalam survei yang dirilis Pusat Jurnalis Perempuan Afghanistan, seperti dikutip CNN, saat ini hanya 1.037 perempuan yang bekerja di media. Zan TV ingin memperbaiki angka statistik ini dengan cara memberikan kesempatan pada perempuan bukan saja agar perempuan lebih tampil di televisi, melainkan juga memiliki kontrol terhadap proses investigasi dan peliputan berbagai isu yang dihadapi perempuan Afghanistan.
”Momen yang paling membahagiakan dalam kehidupan saya adalah ketika saya melaporkan fakta secara visual
dan membicarakan tantangan-tantangan yang dihadapi perempuan di masyarakat kami,” kata Shogofa Sidiqui, koordinator reporter di Zan TV, kepada CNN.
Salah satu isu yang ditampilkan Zan TV adalah kekerasan yang dihadapi perempuan Afghanistan, antara lain pernikahan di bawah umur, pemerkosaan, dan akses terhadap pendidikan. Menurut kajian Global Rights, 9 dari 10 perempuan Afghanistan pernah mengalami kekerasan fisik, baik seksual maupun psikologis. Semasa pemerintahan Taliban, kekerasan terhadap perempuan bahkan sangat masif.
”Banyak kasus kekerasan disembunyikan oleh polisi sehingga kami memiliki program tentang keadilan bagi perempuan. Kami ingin menjadi teladan tentang apa yang perempuan bisa lakukan,” kata Mehria Azali (22), jurnalis dari Zan TV kepada The Guardian.
Saat ini ada lebih dari 50 perempuan yang bekerja di Zan TV. Siaran mereka perlahan mendapat sambutan hangat dari para perempuan Afghanistan. Sidiqui mengakui bahwa perjuangan mereka masih panjang, tetapi ia berharap Zan TV akan menginspirasi para perempuan muda untuk mencapai impian mereka.
Perjuangan kesetaraan jender juga dihadapi oleh Shokria Jan, perempuan polisi di Provinsi Kandahar, Afghanistan, wilayah yang pernah menjadi jantung pemerintahan Taliban. Bahaya yang dihadapi Jan bukan saja serangan dari milisi pemberontak, melainkan juga tekanan dari masyarakat yang meyakini bahwa kepolisian bukanlah tempat bagi perempuan.
Disergap Taliban
”Taliban menyergap dan menyerang unit suami saya yang seorang polisi. Suami saya tewas ketika bertugas. Saya kemudian bergabung dengan pasukan keamanan Afghanistan untuk mencari nafkah bagi anak-anak saya dan mengabdi kepada negara. Sekarang saya menjadi polisi, sama seperti almarhum suami saya,” kata Jan, ibu dari empat anak yang menjadi tulang punggung keluarga besarnya.
Dengan gaji 200 dollar AS (sekitar Rp 2,7 juta) per bulan, Shokria Jan saat ini banyak berurusan dengan perempuan yang, dalam tradisi masyarakat di Afghanistan selatan, tidak boleh berbicara dengan pria di luar keluarganya. Tugas Jan, antara lain, membantu menggeledah perempuan.
Itu sebabnya Presiden Afghanistan Ashraf Ghani berencana untuk menambah sekitar 5.000 perempuan polisi dalam lima tahun ke depan.
”Saya merasa sedang berbakti kepada negara,” kata Jan. (REUTERS/MYR)