JAKARTA, KOMPAS — Kegiatan Pekan ASEAN-Australia digelar pada 12-18 Maret untuk mengiringi sekaligus memeriahkan Konferensi Tingkat Tinggi Istimewa ASEAN-Australia 2018, akhir pekan ini. Kegiatan yang dipusatkan di Sydney, Australia, itu diharapkan jadi penanda kedalaman dan keragaman hubungan Australia dengan Asia Tenggara.
Pemerintah Australia dalam keterangan tertulisnya, awal pekan ini, menyatakan, Pekan ASEAN-Australia itu juga menunjukkan kepedulian dan keterlibatan sejumlah lembaga di Australia terhadap perkembangan negaranegara anggota ASEAN. Kegiatan dalam acara itu bervariasi, seperti kegiatan akademik, olahraga, dan kebudayaan, melibatkan Pemerintah Australia dan organisasi kemasyarakatan.
”Kegiatan-kegiatan itu akan menandai kedalaman sekaligus keragaman hubungan antara Australia dan ASEAN, menunjukkan antusiasme warga Australia dan lembaga-lembaga di Australia atas aneka kesempatan yang terbuka dalam hubungannya dengan kawasan Asia Tenggara,” demikian Canberra dalam pernyataan, Senin (12/3).
Penanda baru
Pertemuan Tingkat Tinggi Istimewa ASEAN-Australia 2018, 16-18 Maret, menjadi penanda baru atas hubungan ASEAN dan Australia. Pertemuan itu diharapkan dapat membangun legasi hubungan yang lebih dalam di beberapa bidang, yakni ekonomi, dialog politik, dan hubungan harmonis orang per orang guna terciptanya kemitraan kontemporer dan terbuka di tengah aneka perubahan lanskap global.
Para pemimpin ASEAN, termasuk Presiden Joko Widodo, dijadwalkan hadir pada KTT itu.
Dalam pidato jelang pertemuan istimewa tersebut, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop akan menyambut peran hukum internasional untuk menyelesaikan konflik-konflik regional. ”Tata berdasarkan aturan dirancang untuk mengatur tindakan dan rivalitas antara negara-negara serta memastikan negara-negara bersaing secara adil dan dengan cara yang tak mengancam pihak lain atau mendestabilisasi kawasan atau dunia,” kata Bishop dalam bocoran draf pidato yang diperoleh koran Australian Financial Review.
”(Tata aturan) itu menetapkan pembatasan-pembatasan hingga sejauh mana negara-negara menggunakan kekuatan ekonomi dan militer mereka untuk memaksakan kesepakatan-kesepakatan yang tak adil terhadap negara-negara yang lebih lemah.”
Nick Bisley, profesor hubungan internasional Universitas La Trobe, Melbourne, mengatakan, saat hubungan Australia-China yang kurang hangat beberapa bulan terakhir, pernyataan Bishop itu menggarisbawahi taktik baru Australia. ”Australia berusaha satu pihak dengan ASEAN dengan pikiran bahwa China adalah pelanggar aturan yang akan lebih baik bagi semua jika (negara itu) patuh aturan,” ujarnya.
”Jika (Australia) bisa membuat ASEAN menggunakan bahasa itu, hal ini akan memperkuat posisi Australia secara signifikan.”