BEIRUT, SABTU — Perang di Suriah belum kunjung mereda. Ratusan ribu warga Suriah masih dirundung ketakutan. Mereka melarikan diri dari dua zona perang, yaitu Ghouta timur yang berada di luar Damaskus dan Afrin, kantong komunitas Kurdi di Suriah barat laut.
Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), Sabtu (17/3), mengatakan, dalam tiga hari terakhir, setidaknya 200.000 warga sipil telah meninggalkan Afrin. Mereka melarikan diri dari serangan militer Turki.
”Terjadi pertempuran sengit sepanjang malam di pinggiran utara kota saat pasukan Turki dan milisi Suriah pendukung mereka mencoba masuk ke kota,” kata Direktur SOHR Rami Abdel Rahman.
Eksodus tersebut berlanjut hingga hari Sabtu dengan setidaknya 50.000 warga sipil melarikan diri dari Afrin. ”Situasinya sangat mengerikan,” kata Rami.
Bahkan, dalam sebuah serangan udara Turki atas Afrin, Sabtu pagi, setidaknya 11 warga sipil yang mencoba melarikan diri terbunuh. Sebelumnya, pada Jumat malam, bom-bom Turki dikabarkan menghantam sebuah rumah sakit dan menewaskan 16 warga sipil.
Direktur rumah sakit itu, Jiwan Mohammed, kepada kantor berita SANA mengatakan, serangan itu telah merusak banyak fasilitas medis. Otoritas militer Turki membantahnya. Mereka mengatakan, operasi militer di Afrin dilakukan dengan cermat sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi warga sipil.
Namun, menurut SOHR, sejak Turki menyerbu Afrin pada 20 Januari lalu, setidaknya sebanyak 280 warga sipil tewas.
Turki mengatakan, milisi Kursi atau YPG adalah jejaring ”teroris” dari Partai Pekerja Kurdistan (PKK) yang dinyatakan Turki sebagai organisasi terlarang. Ketika konflik melawan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) meletus, milisi Kurdi merupakan salah satu tulang punggung aliansi yang didukung Amerika Serikat. Mereka berhasil memukul mundur dan mengalahkan NIIS dari sebagian besar wilayah Suriah.
Memasuki tahun kedelapan, konflik di Suriah masih terus membara. Seperti di Afrin, konflik di Ghouta timur yang memperhadapkan tentara Suriah dan pemberontak juga terus berlangsung.
Situasi Ghouta
Sabtu kemarin, serangan udara rezim Suriah atas kota Zamalka di Ghouta timur menyebabkan setidaknya 30 warga sipil tewas. ”Pesawat tempur menargetkan warga sipil di Zamalka saat mereka bersiap untuk melarikan diri,” kata Rami.
Sejak Kamis lalu, setidaknya 40.000 warga sipil telah melarikan diri dari Ghouta timur. Pada Sabtu, televisi Pemerintah Suriah menunjukkan puluhan warga sipil berjalan dengan susah payah di sepanjang jalan menuju wilayah yang dikuasai rezim. Mereka menyeret koper, memegang selimut dan mengenakan mantel musim dingin yang tebal. Beberapa membawa karung dan menggendong anak-anak.
Seorang wanita tua berpakaian hitam berjalan tertatih-tatih, bersandar pada tongkat kayu. Warga sipil yang selamat tiba di wilayah yang dikuasai pemerintah mengeluhkan tidak memiliki tempat untuk tidur. ”Wanita dan anak-anak tidur di lantai,” kata Abu Khaled, warga Ghouta.
Ketua kelompok oposisi utama Suriah, Nasr al Hariri, menuduh Perserikatan Bangsa-Bangsa gagal mencegah kekerasan di Suriah, termasuk di Ghouta timur. ”Kami meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa, Dewan Keamanan, dan masyarakat internasional bertanggung jawab langsung atas sikap diam mereka seputar kejahatan ini dan karena gagal mengambil tindakan untuk mencegah mereka,” kata Nasr.