Indikator-indikator memberikan sinyal jelas bahwa krisis keuangan akan terjadi lagi di AS. Lawrence Summers, mantan Menteri Keuangan AS, mengatakan, krisis bakal terjadi dua tahun lagi.
Oleh
Simon Saragih
·4 menit baca
Sulit memastikan kapan krisis keuangan meletus lagi di AS. Namun, hal ini hanya soal waktu. Indikator-indikator memberikan sinyal jelas soal itu. Lawrence Summers, mantan Menkeu AS, 28 Februari, mengatakan krisis terjadi 2 tahun lagi.
Resesi berikutnya, menurut Summers, akan lebih menyakitkan. Defisit anggaran pemerintah diperparah pengurangan pajak oleh Presiden Donald Trump memperbesar potensi krisis.
Presiden George W Bush, awal 2000-an menurunkan pajak, melonggarkan peraturan keuangan. Bush membuang uang negara untuk Perang Teluk II. Saat itu tak banyak menyangka kebijakan Bush berefek dahsyat, krisis 2008.
Trump mengikutinya lewat genderang perang dagang, yang pada 1929 menyebabkan depresi. Memperburuk situasi, Trump merombak Dodd Frank Act, melonggarkan peraturan keuangan yang turut membawa AS pada krisis 2008.
Menurut Summers, keuangan AS tidak mampu mengatasi krisis berikutnya. Keyakinan asing memegang dollar AS, yang biasa membantu penyelamatan krisis, menurun. “Maka, menjaga fondasi ekonomi makro sangat perlu,” ucapnya.
Pilar perekonomian dikelola saksama di era Trump. Pengunduran diri Gary Cohn sebagai penasihat ekonomi menguatkan opini ini. Cohn hanya satu dari sedikit yang paham persoalan. “Wilbur Ross (Menteri Perdagangan AS) adalah orang yang mementingkan dirinya saja … Peter Navarro (Penasihat Perdagangan Trump) tidak paham persoalan … Menkeu Steve Mnuchin tak berpendirian,” demikian dituliskan Vanity Fair, 7 Maret.
Ross, Navarro, Mnuchin pembela buta dan begitu yakin dengan kepresidenan Trump. Tidak demikian dengan Paul Krugman, peraih Nobel Ekonomi 2008. Krugman menjelaskan kebijakan ekonomi yang salah di The New York Times, edisi 15 Maret. Joseph E Stiglitz, peraih Hadiah Nobel Ekonomi 2001, kepada The Guardian, 16 November 2017, menyebut Trump fasis.
Masalah pada pemerintahan Trump bukan soal kebijakan saja, tetapi juga karakter yang mengernyitkan dahi.
Situasi sekarang cukup mengerikan. Harian The Wall Street Journal, edisi 13 Maret, menyajikan artikel “Ten Years After the Bear Stearns Bailout, Nobody Thinks It Would Happen Again.” Tulisan ini mengenang kebangkrutan lembaga keuangan besar AS, Bear Stearns pada 2008 dan memberi efek domino dahsyat, menyeret lembaga keuangan AS lainya hingga mengimbas ke Uni Eropa pada 2009.
Eforia bursa saat itu berlebihan berlebihan. Indeks Dow Jones (AS) dulu anjlok dari ketinggian 14.093,08 pada 12 Oktober 2007 ke level 6.626,93 pada 6 Maret 2009. Indeks ini melaju ke level irasional, 24.946,51 pada 16 Maret 2018. Indeks naik 400 persen dalam 10 tahun, tak sebanding dengan pertumbuhan ekonomi AS yang sulit mencapai 2 persen per tahun.
Pada 21 September, Robert J. Shiller, ekonom AS peraih Nobel Ekonomi 2013, memberikan peringatan. Pengamat dan pelaku sektor keuangan AS ini mengatakan indikasi menjelang krisis 2008 muncul lagi sekarang, dilihat dari angka cyclically adjusted price-to-earnings, disingkat CAPE.
Tampaknya indeks bursa sudah mencapai puncaknya (dan siap turun) berdasarkan fakta empiris dari 13 kali krisis yang terjadi sebelumnya.
Shiller pengajar di Yale University mengembangkan indikator tersebut pada 1988 bersama John Y Campbell dari Harvard University. CAPE mengukur rasio harga saham terhadap dividen untuk setiap lembar saham. Jika harga saham 20 dollar AS dan dividen 1,2 dollar AS, maka CAPE sekitar 16.
CAPE yang aman secara umum berada di kisaran 16 hingga 20. Angka CAPE sekarang di atas 30. Hal ini menunjukkan harga saham sudah keterlaluan. Pasar sungguh liar. Kondisi itu terjadi selama pemerintahan Trump dengan kinerja yang meragukan.
“Tampaknya indeks bursa sudah mencapai puncaknya (dan siap turun) berdasarkan fakta empiris dari 13 kali krisis yang terjadi sebelumnya. … CAPE mungkin bukan alat sempurna tetapi tidak bisa lengah,” kata Shiller.
Skor Altman
Peringatan soal krisis juga dinyatakan Edward Altman pada 25 Juni 2017. Guru teori kebangkrutan ini melihat pola di pasar mirip keadaan tahun 2007. Profesor dari NYU Stern School of Business ini memiliki indikator yang disebut skor Altman Z. Skor ini diciptakannya pada 1967 untuk mengukur kapan perusahaan bangkrut.
Skor mengukur rasio modal kerja, laba, kapitalisasi pasar dibandingkan dengan total utang, penjualan perusahaan, dan total aset. Skor Altman di atas 3 mengindikasikan keuangan perusahaan relatif kuat. Skor di bawah 1,8 pertanda riskan bangkrut.
Rata-rata skor Altman pada 2007 adalah 1,81. Rata-rata skor Altman pada 2016 berada di bawah skor 2007.
Altman memperingatkan pengajuan kebangkrutan oleh korporasi AS meningkat. “Semakin banyak perusahaan bangkrut, setiap tahun rata-rata 15 perusahaan beraset lebih satu miliar dollar AS bangkrut. Pada 2017, sudah ada 40 perusahaan bangkrut dan di awal 2018, sudah 13 perusahaan bangkrut,” katanya.
Gubernur Bank Sentral AS Jay Powell mengatakan tidak ada risiko kegagalan bagi perusahaan besar sekarang ini. Namun, Powell tidak sekaliber Janet Yellen yang digantikannya. Powell sangat tidak independen terhadap Trump. (AFP/AP/REUTERS)