Udara lembab langsung menyergap ketika memasuki terowongan yang memiliki lebar dan tinggi sekitar 2 meter itu. Lorong yang lantainya diberi ubin empuk ini terbentang lurus sampai 350 meter, menukik sampai mencapai titik dasar, sekitar 75 meter di bawah permukaan tanah. Dinamakan Terowongan Ketiga, ini merupakan terowongan infiltrasi yang dibangun pasukan Korea Utara untuk menyusup dan menginvasi Korea Selatan.
Setelah menyusuri jarak 350 meter, terowongan ini menikung ke kiri. Di hadapan terdapat mulut lorong yang lebih sempit dengan dinding batuan karang hitam yang menonjol tak beraturan di kiri dan kanan. Tinggi lorong hanya sekitar 1,56 meter sehingga sepanjang 265 meter penyusuran harus dengan menundukkan kepala. Udara pengap dan lembab makin terasa karena dinding karang ini terus basah oleh aliran air.
Terowongan yang ditemukan tahun 1978 di Paju itu masuk dalam kawasan zona demiliterisasi (demilitarized zone/DMZ) dan merupakan terowongan terpanjang (1,63 kilometer) di antara semua terowongan infiltrasi yang sudah ditemukan. Seoul meyakini Terowongan Ketiga itu akan digunakan sebagai basis serangan mendadak ke wilayah Korsel. Dalam waktu satu jam, terowongan tersebut bisa dipenuhi sekitar 30.000 tentara Korut. Pyongyang menyangkal tuduhan itu dan menyatakan terowongan tersebut merupakan bekas penambangan batubara yang sudah tidak terpakai.
Di titik terujung terowongan terdapat lubang persegi empat. Dari lubang ini bisa terlihat wilayah Korea Utara yang jaraknya hanya 170 meter. Di titik ini pula Korea Selatan menempatkan tiga tembok blokade.
Lagu propaganda
Khusus untuk masuk ke dalam Terowongan Infiltrasi, pengunjung dilarang memotret dan membawa peralatan elektronik serta diwajibkan memakai helm untuk mengantisipasi benturan karena tinggi terowongan kurang dari 2 meter.
Untuk lebih leluasa melihat wilayah ”seberang”, tersedia area observatori, sebuah area khusus yang dilengkapi dengan sederet teropong jarak jauh untuk melihat kehidupan di perbatasan Korut. Dari ketinggian, terlihat jelas garis demarkasi kedua negara yang dipisahkan oleh jalan, kawat berduri, dan lahan kosong. Sayup-sayup terdengar lagu mars yang dikumandangkan dengan pengeras suara dari perbatasan Korea Utara. Liriknya berupa propaganda tentang kejayaan dan kehebatan Korut.
Dari balik lensa teropong, terlihat ”desa propaganda” Korut yang memiliki beberapa bangunan cukup megah dan bersih, juga area pertanian dan kompleks industri. Namun, sore itu tak tampak aktivitas dan lalu lalang orang di antara bangunan yang dikelilingi areal kecoklatan dan belukar pendek.
Di luar area observatori, sejumlah tentara Korsel berjagajaga dengan senjata laras panjang di tangan. Suasana terasa hening. Kamera pengawas terpasang di hampir semua sudut. Pelataran terbuka yang luas di hampir semua area memudahkan para tentara mengawasi aktivitas yang berlangsung.
Di tengah hangatnya persiapan pertemuan puncak Korsel- Korut, April mendatang, DMZ menjadi simbol signifikan untuk mengenang kegetiran Perang Korea (1950-1953) yang menelan korban sipil dan militer sekitar 4 juta orang di kedua belah pihak. Cuplikan rekaman Perang Korea bisa dilihat lewat pemutaran film dokumenter di bioskop mini di kompleks DMZ.
Zona demilitarisasi ini juga menjadi perekam turun naiknya hubungan kedua Korea pasca-gencatan senjata tahun 1953. DMZ membelah Semenanjung Korea menjadi dua bagian dengan panjang sekitar 250 kilometer dan lebar 4 kilometer. Selama hampir 65 tahun area terlarang ini (haemaruchon) nyaris tak tersentuh sehingga area itu menjadi semacam area konservasi alamiah bagi beberapa jenis flora dan fauna, seperti burung bangau, rusa, rajawali, dan beragam jenis bunga liar.
Kerinduan dan harapan agar kedua bangsa Korea bisa hidup berdampingan dengan damai terasa kuat di zona demiliterisasi ini. Slogan-slogan seperti, ”Bersama Kita Bahagia”, ”Akhiri Pemisahan, Mulailah Persatuan”, ”Unifikasi Korea”, tertulis hampir di setiap bangunan yang dicat dengan warna loreng militer. Jika di sisi Korea Utara terdapat ”desa propaganda”, di sisi Korea Selatan terdapat ”desa unifikasi” (tongilchon) yang terdiri atas 162 keluarga dan total 453 penduduk.
Mata pencarian utama mereka adalah bertani yang produknya dijual di koperasi desa, mulai dari apel, bumbu masak, sampai ginseng.
Di dekat pintu keluar, terdapat stasiun kereta api internasional yang modern, Dorasan, sekitar 700 meter dari garis batas DMZ. Selain memiliki rute langsung ke Seoul, jika unifikasi akhirnya terwujud, stasiun ini akan menjadi titik yang menghubungkan Korea dengan Eropa melalui jalur Trans-Siberia.
Mendekati gerbang keluar kawasan DMZ, sama seperti ketika masuk, kami segera mengeluarkan paspor. Sejumlah tentara berseragam masuk ke dalam bus dan memeriksa secara teliti satu per satu identitas penumpang. Mereka kemudian berdiri menghadap penumpang, memberi hormat, dan mengizinkan bus melaju.