Pemogokan dimulai pukul 13.00 diikuti oleh tujuh serikat buruh sektor publik, termasuk bidang pendidikan (sekolah) dan rumah sakit. Lebih dari 140 aksi protes digelar di seluruh negeri dengan jumlah pengunjuk rasa terbesar sekitar 25.000 orang akan berkumpul di Monumen Bastille, Paris, tempat terjadinya Revolusi Perancis.
Pemogokan pekerja transportasi berdampak besar terhadap pelayanan penumpang. Diperkirakan 60 persen layanan kereta cepat terhenti, sementara kereta antarkota yang beroperasi hanya 25 persen dan penerbangan di bandara internasional berkurang hingga 30 persen.
Khusus karyawan kereta api, pemogokan ini menambah rencana pemogokan yang sudah dirancang sebelumnya secara berkala mulai 3 April hingga 28 Juni. Rencana pemogokan panjang itu batal jika pemerintah menghentikan rencana reformasi.
Di luar pemogokan ini, para pekerja maskapai penerbangan Air France, termasuk pilot, menyatakan akan mogok pada Jumat ini dan dilanjutkan pada 30 Maret. Mereka menuntut kenaikan gaji 6 persen.
Tanggal 22 Maret dipilih untuk menggaungkan kembali protes besar yang pernah terjadi pada 1968. Kala itu, pemogokan terbesar yang diikuti 10 juta orang melanda Perancis selama dua pekan. Pemerintah ”menyerah” sehingga lahir ”Kesepakatan Grenelle” yang memberikan kenaikan upah minimum 35 persen dan gaji rata-rata naik 10 persen.
Pengamat mengatakan, unjuk rasa mengingatkan kepada aksi serupa yang terjadi pada 1995. Akibat kelumpuhan yang terjadi, pemerintah terpaksa mengabaikan rencana reformasi yang ketika itu akan diberlakukan.
Aksi yang menurut rencana akan berlanjut ini, ujar pengamat, merupakan ujian bagi
Macron apakah dia bisa mengatasi dan terus menjalankan rencananya. Pemerintahan Macron berencana memangkas 120.000 pekerjaan hingga 2022. Dia menyatakan, banyak pekerjaan di pemerintahan yang mubazir. Kenaikan gaji akan dilandasi prestasi, bukan usia kerja.
Khusus di sektor kereta api, menurut pemerintah, reformasi harus dilakukan karena biaya perusahaan kereta Perancis
SNCF 30 persen lebih tinggi ketimbang perusahaan kereta Eropa lainnya. Di sisi lain, beban utang yang harus dibayar mencapai 46,6 miliar euro.
Pegawai negeri yang bergabung dalam aksi pemogokan merasa marah kepada pemerintah. Alasan mereka, gaji pegawai negeri tak bisa mengejar inflasi.
Paradoks Perancis
Sebuah jajak pendapat menunjukkan terjadi opini yang paradoks. Banyak warga, menurut survei itu, mendukung pemogokan oleh pegawai pemerintah. Namun, jumlah yang mendukung reformasi pemerintah lebih banyak lagi, termasuk terhadap rencana pengurangan PNS dan penerapan gaji berdasarkan prestasi.
Pekan lalu, Macron menggarisbawahi hal itu. ”Kita tidak pernah senang terhadap perubahan-perubahan, tetapi sebaliknya kita ingin banyak hal diubah. Hal ini merupakan paradoks orang Perancis,” tulis Presiden lewat Twitter.
Jean-Marc Canon, ketua salah satu serikat buruh terbesar, UGFF-CGT, mengemukakan alasan mogok. ”Kekecewaan dan kekhawatiran menyebar dengan sangat cepat,” katanya.
Tenang
Selama pemerintahan Macron, setidaknya sudah terjadi tiga unjuk rasa besar dengan peserta puluhan ribu orang. Para pensiunan juga menentang rencana pemerintah untuk mengurangi uang pensiun mereka.
Menanggapi unjuk rasa para pensiunan, PM Edouard Philippe, Selasa lalu, mengatakan, pemerintah akan mengubah rencana kenaikan pajak bagi 100.000 pensiunan paling miskin. Perubahan dipandang sebagai sikap kompromi pemerintah. Jumlah total pensiunan di Perancis sekitar tujuh juta orang.
Menurut koran investigasi Le Canard Enchaine, Macron mengatakan kepada penasihatnya bahwa dirinya merasa ”tenang-tenang” saja. Pemogokan ”tidak menyebabkan panik”.
Menurut survei Ipsos, yang dilansir pada Rabu, tingkat penerimaan publik terhadap Macron 37 persen. Sebanyak 55 persen memandang buruk kepemimpinannya. (AFP/AP/REUTERS/RET)