Data Pribadi di Era Internet
Saat Facebook terperosok dalam krisis besar seperti sekarang, perusahaan teknologi lainnya juga harus siap berurusan dengan isu mengenai sisi gelap bisnis yang digerakkan oleh pemanfaatan data. Raksasa perusahaan teknologi, seperti Facebook, Google, dan Amazon, mendulang triliunan rupiah dari model bisnis seperti itu.
Terbuka kemungkinan sangat besar bahwa krisis yang dialami Facebook akan mendera perusahaan internet lainnya. Perusahaan-perusahaan ini sudah bukan rahasia lagi memanfaatkan apa yang mereka ambil dari data digital untuk keperluan periklanan. Data pribadi yang sama dapat digunakan pula oleh pihak yang bermaksud jahat untuk memengaruhi orang lain.
Krisis menimpa Facebook setelah terungkap bahwa perusahaan konsultan Cambridge Analytica diduga mengambil data milik 50 juta pengguna Facebook untuk keperluan klien mereka. Data pribadi pengguna Facebook itu dimanfaatkan Cambridge Analytica antara lain untuk memenangkan Donald Trump pada pilpres 2016 dengan cara memberi mereka limpahan informasi agar mendukung Trump.
Dari Jumat hingga Sabtu dini hari lalu, para penyelidik dari badan pengawas data Inggris menggeledah kantor Cambridge Analytica di London. Puluhan penyelidik tiba di kantor pusat Cambridge Analytica setelah hakim mengeluarkan surat perintah penggeledahan yang diajukan oleh Kantor Komisioner Informasi.
Kami bertanggung jawab melindungi informasi Anda
Kasus ini memicu krisis besar bagi perusahaan Facebook, antara lain ditandai dengan nilai pasarnya yang jatuh hingga 50 miliar dollar AS. Pada Jumat lalu, Kongres AS meminta CEO Facebook Mark Zuckerberg untuk menjelaskan bagaimana data pribadi pengguna Facebook bisa jatuh ke tangan Cambridge Analytica.
Pada Minggu kemarin, Zuckerberg minta maaf kepada warga Inggris atas ”pelanggaran kepercayaan” melalui iklan di koran-koran Inggris. ”Kami bertanggung jawab melindungi informasi Anda,” ungkap iklan itu yang ditandatangani oleh Zuckerberg, pendiri Facebook.
Dengan situs yang diluncurkan pada 2004, Facebook kini memiliki 2,2 miliar pengguna. Jumlah pegawai perusahaan Facebook mencapai lebih dari 25.000 orang.
Masalah umum
Analis industri teknologi Rob Enderle menilai apa yang dihadapi oleh Facebook adalah masalah umum yang dihadapi perusahaan-perusahaan sejenis. ”Facebook pada minggu ini, tapi bisa juga perusahaan lainnya. Hal ini merupakan masalah umum di industri teknologi,” paparnya.
Facebook hanya merupakan salah satu dari banyak perusahaan yang menambang data untuk menghasilkan profit. Praktik menambang data tersebut berlangsung di tengah gaya hidup digital yang semakin meluas dan berakar di seluruh dunia.
”Ponsel, aplikasi, dan situs mutlak dibutuhkan dalam hidup keseharian—bukti adanya keuntungan dari semua itu bagi kita—sehingga kita menjadi audiens yang sama sekali tak bisa melepaskan diri (captive audience),” ungkap lembaga nonprofit Center for Humane Technology.
Lembaga itu menambahkan, ”Dengan dua miliar orang tersambung di berbagai peralatan ini, perusahaan-perusahaan teknologi telah secara tidak sengaja memiliki saluran untuk memanipulasi masyarakat dengan presisi yang tidak pernah tercapai sebelumnya.”
Investor awal Facebook, Roger McNamee, berpendapat di media USA Today bahwa Rusia tak akan pernah dapat melakukan perang informasi melawan AS pada 2016 tanpa jaringan sosial seperti Twitter serta Google.
#deletefacebook
Setelah skandal Cambridge Analytica terjadi, muncul tagar #deletefacebook. Gerakan ini bertujuan mengajak sebanyak mungkin orang untuk meninggalkan Facebook.
Pengusaha Elon Musk ikut dalam suara kritis tersebut pada Jumat silam, dengan mengatakan di Twitter bahwa ia menutup akun perusahaan Tesla dan SpaceX di Facebook. ”Apa itu Facebook?” ungkap Musk dalam percakapan di Twitter.
Namun, saat ada godaan untuk bergabung dalam gerakan mengabaikan Facebook, muncul pertanyaan, ke mana orang harus pergi agar dapat tetap terkoneksi dengan teman, selebritas, dan bisnis yang sudah menjadi bagian dari komunitas dalam jaringan (daring) atau online. Facebook sudah terjalin erat dengan jaringan daring itu.
Pemasang iklan sangat memerlukan Facebook, lebih dari Facebook membutuhkan satu atau ribuan pemasang iklan
Tombol ”like” di Facebook, misalnya, sudah menjadi bagian erat dari komunitas online. Pada saat yang sama, berbagai komunitas saling terhubung erat satu sama lain lewat Facebook.
Profesor pemasaran New York University, Scott Galloway, menyatakan, pemasang iklan bisa memberikan dampak jika mereka meninggalkan Facebook. Namun, menurut dia, tidak mungkin Facebook kehilangan sekitar lima juta pemasang iklannya. ”Pemasang iklan sangat memerlukan Facebook, lebih dari Facebook membutuhkan satu atau ribuan pemasang iklan,” ungkap Galloway lewat blog.
Skandal Cambridge Analytica dinilai menyoroti kembali praktik mencari keuntungan oleh perusahaan internet dengan memanfaatkan informasi yang diberikan orang-orang. Pengguna internet selama ini memberikan informasi-informasi itu sebagai bentuk imbal jasa atas layanan gratis yang diberikan perusahaan internet.
”Perusahaan-perusahaan ini berpikiran bahwa orang yang menggunakan produk mereka tidak mempermasalahkan (penggunaan data pribadi). Saat berpikiran seperti itu, Anda melakukan kesalahan,” ujar Enderle. (AFP)