ARBIN, MINGGUSejak Sabtu malam, ratusan pemberontak, keluarga mereka, dan warga sipil terlihat mulai meninggalkan sejumlah wilayah di kota Ghouta bagian timur. Pengungsian itu terjadi setelah faksi kelompok pemberontak yang selama ini mengontrol wilayah sekitar Arbin, yakni Faylaq al-Rahman, sepakat menarik diri.
Kesepakatan itu juga mencakup sedikitnya 7.000 orang yang akan menyingkir dari dua kota, yakni Arbin dan Zamalka, plus distrik Jobar. Mereka akan menuju sejumlah wilayah yang dikuasai pemberontak, yakni di sisi utara Suriah.
Proses pengangkutan pengungsi pada Sabtu malam sempat tertunda beberapa jam. Namun, akhirnya 17 bus dan sejumlah ambulans diberangkatkan dengan mengangkut 980 warga. Mereka keluar dari Ghouta dan tiba di Provinsi Hama yang berbatasan dengan wilayah Idlib pada Minggu pagi.
Sepanjang Minggu pagi masih ada sejumlah warga Arbin yang terlihat berkemas. Mereka tampak mengepak pakaian dengan tergesa dan sekenanya sambil menunggu evakuasi. Mereka menunggu bus-bus yang bakal membawa mereka ke Idlib.
Dengan tatapan kosong, mengenakan pakaian serba hitam, mereka bergerombol di jalan-jalan utama di Arbin. Mereka membawa barang-barang yang dimasukkan ke dalam tas dan koper.
Evakuasi itu dilakukan secara bergantian dalam gelombang-gelombang yang terkoordinasi.
Tengah hari, bus yang ditunggu datang. Sedikitnya 20 bus dan beberapa ambulans datang, lalu mengangkut pengungsi. Terlihat sejumlah warga menangis saat kendaraan-kendaraan itu beranjak meninggalkan Arbin.
Serangan
Sejak 18 Februari, Pemerintah Suriah secara intensif menggempur Ghouta timur. Serangan itu diperkirakan mencakup hingga 90 persen wilayah yang selama ini dikuasai kelompok pemberontak.
Menurut data yang dihimpun Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia Suriah (SOHR), sedikitnya 1.600 warga tewas akibat aksi pemerintah itu. Dalam periode itu pula, sebagaimana diberitakan media-media di Suriah, 107.000 warga mengungsi dari Ghouta timur.
Pemerintah Suriah berupaya mencapai kesepakatan dengan kelompok Jaish al-Islam. Kelompok itu adalah kelompok pemberontak terakhir.
Pemerintah Suriah dengan dukungan Rusia kini memang menggunakan strategi negosiasi dengan kelompok pemberontak. Hal itu digunakan untuk mengosongkan sedikitnya tiga wilayah yang diduga masih menjadi kantong pertahanan kelompok pemberontak di Ghouta.
Tercatat ada tiga negosiasi yang dilakukan. Pertama, negosiasi dengan kelompok pemberontak Ahrar al-Sham, yang hasilnya kelompok itu menarik diri dari kota Harasta pekan lalu. Kedua, kesepakatan dengan Faylaq al-Rahman yang tercapai pada Jumat lalu.
Saat ini, perundingan demi tercapainya kesepakatan ketiga masih berlangsung. Pemerintah Suriah berupaya mencapai kesepakatan dengan kelompok Jaish al-Islam. Kelompok itu adalah kelompok pemberontak terakhir. Kelompok itu diduga menguasai wilayah yang paling luas di Ghouta timur, yakni Douma.
Suram
Sejumlah warga dan aktivis oposisi di Adlib mengaku tidak bisa berbuat banyak. Mereka ikut mengungsi karena tidak mempunyai pilihan. Mereka mengecam konflik yang terjadi karena menurut mereka, konflik dan pengungsian telah merenggut masa depan mereka.
”Warga sangat sedih meninggalkan tempat tinggal mereka, tanah mereka, memori atas masa kecil mereka,” kata Hamza Abbas, salah satu warga. ”Mereka kehilangan apa yang dipunyai akibat serangan itu, mulai dari uang, harta benda, hingga pakaian.”
Sebagai bagian dari kesepakatan Faylaq al-Rahman dengan Moskwa, penduduk setempat dapat memilih tinggal di Zamalka dan Arbin, sebagai wilayah yang dikuasai Pemerintah Suriah. Pilihan itu tidak diambil Abbas dan mereka yang berprinsip seperti dirinya.
Mereka tidak ingin tinggal dengan orang atau pihak yang merenggut masa depan dan keluarga mereka.
Kelompok pemberontak Jumat lalu mengatakan, Rusia menjamin keselamatan warga sipil yang tinggal di wilayah yang dikuasai Pemerintah Suriah.
Hal itu menjadi bagian dari kesepakatan yang dicapai para pihak. Namun, kelompok pengawas HAM meminta warga agar ikut mengungsi. Juru bicara Faylaq al-Rahman, Wael Alwan, mengaku tidak percaya begitu saja dengan jaminan Rusia.