Sang Putra Mahkota Berupaya Wujudkan Ideologi Baru
Oleh
Musthafa Abd Rahman dari Kairo, Mesir
·4 menit baca
Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman atau MBS (33), dalam wawancara dengan stasiun televisi CBS, 18 Maret 2018, dan Washington Post, 23 Maret 2018, kembali bersikeras akan membangun Arab Saudi baru yang berpijak pada doktrin Islam moderat serta rasional.
Dalam wawancara dengan Washington Post, MBS menegaskan, Islam sesungguhnya moderat dan rasional, tetapi ada pihak yang ingin menyanderanya. Ia juga menyebut, larangan bagi perempuan untuk mengemudi kendaraan bertentangan dengan doktrin Islam.
Penegasan MBS ini bertujuan memberikan pesan kepada masyarakat internasional tentang revolusi kebudayaan yang sedang berlangsung di Arab Saudi. MBS melakukan gebrakan dengan melemahkan pijakan doktrin negara Saudi lama yang bertumpu pada politik dan agama.
Doktrin ideologi negara modern Arab Saudi yang dikenal dengan Arab Saudi III merupakan hasil rancangan Raja Abdulaziz pada 1932. Doktrin ini berpijak pada pilar politik dengan kekuatan keluarga besar Ibn Saud dan pilar agama dengan mengusung ajaran Wahabi. Arab Saudi yang berpijak pada doktrin ideologi itu ternyata melahirkan negara agama yang sering kaku, bahkan radikal.
Pendiri Arab Saudi, Raja Abdulaziz al-Saud, memilih ideologi ini karena latar belakang rangkaian sejarah negara itu, dari Arab Saudi I tahun 1744 hingga Arab Saudi II pada 1824. Arab Saudi I berdiri di sekitar kota Riyadh dan merupakan hasil kolaborasi antara Muhammad bin Saud (sayap politik) dan Muhammad Ibn Abd al-Wahhab, pendiri gerakan
Wahabi (sayap agama).
Raja Abdulaziz kemudian berhasil mendirikan Arab Saudi III pada 1932 juga berkat kolaborasi dengan milisi Ikhwan yang menganut Wahabi. Milisi ini adalah kumpulan dari milisi sejumlah kabilah di wilayah Nejd, Arab Saudi tengah.
Ajaran Wahabi kemudian dianut dengan setia oleh putra-putra Raja Abdulaziz yang berkuasa sejak era Raja Al-Saud (1953) hingga Raja Salman (2015). Akan tetapi, sejak MBS menjabat sebagai putra mahkota pada Juni 2017, terjadi semacam pemberontakan terhadap ideologi negara yang berpijak pada dua pilar itu, yaitu keluarga besar Ibn Saud dan ajaran Wahabi.
Data bahwa sekitar 70 persen penduduk Arab Saudi yang berjumlah 33 juta jiwa adalah kaum muda tampaknya menjadi rujukan MBS untuk melakukan perubahan mendasar di negaranya. Jika MBS tak melakukan perubahan, Arab Saudi bisa goyah diempas angin era disruptif saat ini dan mendatang.
Tindakan MBS menangkap puluhan pangeran dengan tuduhan korupsi pada awal Desember lalu merupakan desakralisasi keluarga besar Ibn Saud yang selama ini dianggap pilar negara dari sayap politik. MBS secara mengejutkan juga melemahkan pilar negara dari sayap agama dengan menangkap para ulama dan tokoh agama yang menganut Salafi klasik atau Wahabisme karena dianggap menjadi sumber inspirasi aksi kekerasan.
Sebaliknya, MBS melangkah berani dengan mengizinkan hal-hal yang dilarang ulama salafi klasik, seperti mengizinkan perempuan mengemudikan kendaraan, konser musik, dan partisipasi wanita dalam olahraga. MBS diberitakan juga menginstruksikan penghapusan ideologi Ikhwanul Muslimin (IM) dari kurikulum sekolah.
Tokoh-tokoh IM melarikan diri ke Arab Saudi dari rezim Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser pada 1960-an. Di Arab Saudi, banyak dari mereka terjun di dunia pendidikan dan memasukkan doktrin IM di lembaga pendidikan.
MBS merancang pula kota mandiri NEOM di Arab Saudi barat laut. Kota ini akan menerapkan hukum berbeda dari hukum di wilayah Arab Saudi lainnya. Tujuannya, menarik turis dan investor asing.
Visi 2030
Pertanyaannya, setelah MBS melumpuhkan ideologi negara dua pilar, ideologi apa yang dijadikan pijakan Arab Saudi di era MBS? MBS sangat berharap membangun Arab Saudi baru melalui kesuksesan Visi 2030. Bisa dikatakan, Visi 2030 dapat menjelma menjadi ideologi baru Arab Saudi. Ideologi ini berpijak pada kesejahteraan, kemodernan, moderatisme, kekuatan sumber daya manusia, dan penguatan institusi negara, seperti halnya di negara-negara maju.
Namun, Arab Saudi saat ini masih berada dalam transisi dari era lama ke era baru. Pijakan ideologi lama mulai lemah, tetapi ideologi baru belum terpatri kuat. MBS dalam acara resepsi kemitraan AS-Arab Saudi di Washington, Sabtu (24/3), menyampaikan, Arab Saudi sedang dalam proses perubahan.
Mungkin masih terlalu dini menyebut ideologi baru Arab Saudi secara definitif saat ini, tetapi yang pasti negara itu sedang melakukan perubahan untuk menuju ideologi baru tersebut. Maka, tampaknya tak berlebihan jika MBS disebut ”Tokoh Pembaru Abad Ini” di negaranya. Ia mungkin bisa disebut pula setara dengan kakeknya, sang pendiri negara Arab Saudi modern, Raja Abdulaziz al-Saud.