Warga Mesir Berikan Suara dengan Penjagaan Ketat di TPS-TPS
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS -- Pemungutan suara pemilihan Presiden Mesir dimulai sejak Senin (26/3). Dalam pemungutan suara yang berlangsung sampai Rabu besok, warga Mesir akan memilih calon petahana Abdel Fattah el-Sisi dan penantangnya, Mousa Mustafa Mousa, Ketua Partai Al-Ghad.
Pada hari pertama pemungutan suara, suasana di Kairo, ibu kota Mesir, terlihat seperti hari biasa. Tidak ada pergerakan massa. Tidak terlihat pula antrean pemilih di tempat-tempat pemungutan suara (TPS).
Di TPS-TPS, tentara sigap membantu setiap pemilih yang ingin memberi suaranya. Militer dan polisi diterjunkan secara masif di berbagai titik di kota Kairo dan kota-kota lain. Pengerahan itu dinyatakan untuk memastikan pemilu berjalan lancar.
Juru bicara militer Mesir, Kolonel Tamer Rifai, mengatakan, militer telah menerima tanggung jawab pengamanan semua TPS untuk mengamankan rakyat Mesir yang memberi hak suara sesuai dengan hak konstitusi. Satuan militer, dibantu pasukan khusus dan polisi militer, telah disebar di semua TPS. Mereka berpatroli serta membangun pos pemeriksaan di sekitar TPS.
Tercatat sekitar 59 juta dari 96 juta rakyat Mesir mempunyai hak pilih dalam pilpres ini. Hasil pilpres kali ini diperkirakan tidak akan jauh berbeda dari pilpres 2014 saat Sisi meraup 96,6 persen suara.
Kekuatan dua calon dalam pilpres tidak berimbang. Poster Sisi dalam berbagai ukuran bertebaran di seantero Kairo dan kota-kota lain di Mesir. Sementara poster Mousa hanya terlihat di beberapa titik saja di kota Kairo.
Dalam situasi tidak berimbang itu, Sisi dan kubunya kini menganggap legitimasinya ditentukan oleh tingkat partisipasi pemilih. Pada pilpres 2014, hanya 47,5 persen pemilik suara menggunakan haknya. Pada pilpres 2018, Sisi yang mantan Menteri Pertahanan Mesir itu didukung militer, birokrasi, dan beberapa komponen masyarakat.
Pemerintah yang dikontrol penuh militer sangat berkepentingan agar tercapai sebanyak mungkin partisipasi rakyat. Bus-bus cukup mewah bertuliskan "bersikap positiflah dan ikut serta dalam pemilu" sering terlihat berseleweran di kota Kairo.
Beberapa kendaraan dilengkapi alat pengeras suara juga terlihat di jalanan kota Kairo, menyeru warga agar memberikan hak suaranya dalam pemilu.
Popularitas Sisi saat ini melorot jauh dibanding tahun 2014. Kebijakan tidak populer Sisi terakhir ini, seperti kebijakan devaluasi mata uang pound dan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) hingga 100 persen, cukup menggerus tingkat popularitas el-Sisi.
Hasil pilpres dijadwalkan akan diumumkan pada 2 April mendatang. Jika tidak ada dari dua kandidat yang bertarung memperoleh suara 50 persen+1 suara, akan digelar pemilu ulang pada 24 April.
Pesaing tunggal
Mousa, pesaing Sisi, adalah Ketua Partai Al Ghad. Ia satu-satunya calon presiden yang akhirnya bisa ikut pemilu dan menantang Sisi. Ia mendaftar menjelang penutupan pendaftaran. Adapun sejumlah bakal calon lain dipenjara atau mundur sebelum pemilu dimulai.
Kandidat yang mundur dari bursa pilpres adalah pegiat HAM Khaled Ali; Ketua dan calon dari Partai Pembaruan dan Pembangunan, Mohammed Anwar Sadat. Mantan Kepala Staf Angkatan Udara yang juga mantan perdana menteri pada era Presiden Hosni Mubarak, Ahmed Shafik, juga mundur. Sedang mantan kepala staf angkatan bersenjata Mesir, Sami Annan, ditangkap dengan tuduhan tidak mendapat izin militer untuk mencalonkan diri.
Penangkapan dan pengunduran diri para bakal calon itu, ditambah sejumlah kebijakan Sisi yang dinilai menyulitkan warga, membuat sejumlah partai politik dan kelompok masyarakat menyerukan pemboikotan pemilu.
Ketua Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UII) Irawan Jati mengatakan, proses demokratisasi Mesir belum sepenuhnya didukung militer. Sebab, militer masih menghendaki akses politik pascarevolusi atau musim semi Arab yang ikut melanda negara itu. Alasan utama akses itu adalah kesejahteraan.
Bahkan, militer Mesir tidak hanya mempunyai akses. Mereka juga mengontrol politik. "Mirip seperti di Myanmar," kata Irawan, yang juga Kepala Bidang Pengembangan Komunitas Epistemik Asosiasi Akademisi Hubungan Internasional Indonesia (AIHII).
Pilpres kali ini merupakan yang ketiga sejak revolusi 2011. Pascarevolusi 2011 telah digelar pilpres pertama pada tahun 2012 yang dimenangi oleh kandidat dari Ikhwanul Muslimin (IM), Muhammad Mursi. Pilpres kedua tahun 2014 dimenangi kandidat dari militer, Abdel Fattah el-Sisi.
Menjelang hari pemungutan suara, Sabtu lalu, satu unit bom di bawah mobil meledak di kota pantai Alexandria, sekitar 225 kilometer arah barat laut kota Kairo. Ledakan itu menewaskan dua orang, termasuk seorang polisi. Bom itu meledak dekat konvoi mobil yang ditumpangi kepala keamanan kota Alexandria, Mustafa el-Nemr. Kementerian Dalam Negeri Mesir menuduh, serangan bom itu sebagai upaya pembunuhan Nemr.
Peledakan itu diikuti penyergapan berujung kematian enam orang yang diduga kuat terkait upaya pembunuhan Nemr. Aparat keamanan Mesir menyebut mereka anggota kelompok radikal Hasm, sayap militer IM. (RAZ)