Walau kelihatan lelah dan tubuhnya dipenuhi keringat, Ash (15) gembira. Di antara suara pukulan dan tendangan yang mengenai sasaran, gadis itu menceritakan kegiatannya di tempat penampungan yang dikelola Visayan Forum Foundation, lembaga yang mengurusi korban perdagangan manusia di Filipina.
Di tempat penampungan ini, ia mempelajari Muathai, seni bela diri asal Thailand. ”Saya belajar bela diri untuk melindungi diri saya dan teman-teman,” ujarnya.
Ia merupakan salah satu penghuni tempat penampungan di Manila itu. Seluruh penghuninya adalah korban perdagangan orang yang dijadikan asisten rumah tangga atau pekerja seks.
Saya belajar bela diri untuk melindungi diri saya dan teman-teman
Mereka kerap kali dipukuli atau dirundung dengan perkataan kasar. Pelakunya termasuk kerabat para korban.
Di tempat-tempat eksploitasi, mereka dipaksa melakukan gerakan sensual yang direkam. Hasil rekaman disiarkan melalui internet atau disebarkan melalui media lain.
Usia para korban beragam. Di tempat-tempat eksploitasi, pernah ditemukan korban yang masih berusia tiga tahun. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggolongkan Filipina sebagai simpul aktivitas perdagangan manusia.
Penyelamatan
Penyerbuan ke tempat-tempat aktivitas ilegal itu, baik oleh polisi maupun pegiat anti perdagangan manusia, menjadi awal penyelamatan mereka. Dari sana, mereka dibawa ke tempat penampungan seperti yang dikelola oleh Visayan.
Di sana, mereka bisa tinggal hingga selama bertahun-tahun. Penyebabnya, pulang ke rumah bukan pilihan untuk sebagian korban yang dijerumuskan oleh keluarga dan kerabat mereka.
Selama di tempat penampungan, trauma mereka disembuhkan. Mereka juga mempelajari bela diri, kriya, atau menggambar.
Lewat kegiatan ini, para korban bisa menyalurkan kreativitas hingga kemarahan. Bagi para korban, berlatih bela diri menjadi salah satu cara untuk memompa kepercayaan diri.
Kegiatan ini membantu mereka untuk mengekspresikan perasaan, menjadi sarana terapi.
Selain membuat mereka dapat menguasai ilmu bela diri, pelatihan itu membantu mereka pulih dari trauma akibat perundungan. ”Kegiatan-kegiatan itu amat penting sebagai sarana bagi perempuan dan gadis korban kekerasan (seksual). Kegiatan ini membantu mereka untuk mengekspresikan perasaan, menjadi sarana terapi, dan memberi kesempatan bagi mereka untuk mempelajari keterampilan yang mungkin berguna di masa depan,” ungkap Dolores Rubia, Direktur Pascaperawatan pada Misi Keadilan Internasional, di Manila.
Lembaga tempat Rubia bekerja itu menggandeng mitra lokal di banyak negara untuk menangani para korban eksploitasi seksual.
Mereka membantu menyediakan guru dan pelatih untuk korban di penampungan. Dengan cara ini, para korban bisa tetap bersekolah dan mengikuti ujian persamaan.
Dengan ijazah dan keterampilan selama di penampungan, suatu saat korban bisa mandiri. Mereka nantinya diharapkan dapat lebih percaya diri dan menjalani hidup dengan lebih optimistis