Konstitusi India 1950 jelas-jelas melarang praktik-praktik diskriminatif berdasarkan kasta. Bertahun-tahun aturan hukum dipertegas untuk menjamin perlindungan terhadap masyarakat India yang dibeda-bedakan berdasarkan kasta. Namun, diskriminasi tetap saja berlanjut meski mulai samar pada era modern India. Meski samar, kasus kekerasan terhadap warga kasta rendah masih kerap terjadi. Seperti yang terjadi pada Pradeep Rathod (21), remaja dari kasta terendah India bernama Dalit, yang tewas karena dipukuli habis-habisan di Desa Timbi, Gujarat, pekan lalu.
Rathod diduga dibunuh warga kasta yang lebih tinggi hanya karena ia memelihara seekor kuda. Sebagai orang Dalit, mereka tidak boleh memelihara kuda karena kuda menjadi simbol kekuatan, kekuasaan, dan kesejahteraan. Dalit merupakan kelompok masyarakat yang paling termarjinalisasi di India. Ayah Rathod membelikan anaknya kuda, enam bulan lalu, semata-mata hanya karena Rathod mencintai kuda.
”Minggu lalu, ada orang dari kasta Ksatria melarang kami naik kuda di desa. Dia bilang Dalit tak boleh naik kuda. Hanya kasta Ksatria yang boleh. Ia mengancam akan membunuh kami kalau kuda-kuda kami tidak dijual,” kata ayah Rathod.
Daftar kasus kekerasan terhadap warga Dalit yang mencapai 200 juta jiwa (total penduduk India 1,23 miliar jiwa) tidak pendek. Oktober lalu, seorang warga Dalit dibunuh hanya karena datang ke pertunjukan tari tradisional Hindu di Gujarat.
Tak hanya itu. Kausalya (20) dan suaminya, Sankar (22), juga diserang dengan pisau dan arit oleh sekelompok laki-laki di tengah pasar yang padat di Udumalpet, India selatan. Mereka diserang hanya karena menikah berbeda kasta. Sankar berasal dari Dalit, sementara Kausalya dari kasta lebih tinggi.
Kausalya tergeletak berlumuran darah, sementara Sankar tidak tertolong. Penyerangan terhadap suami istri yang baru menikah delapan bulan itu tertangkap kamera keamanan di pasar dan menyebar ke seluruh India. Dua pekan lalu, Kausalya mengaku lega karena kesaksiannya pada serangan itu membantu hakim meluluskan tuntutan hukuman mati atas lima pembunuh Sankar yang salah satunya ayah Kausalya.
Putusan hukuman mati itu baru dua kali terjadi di pengadilan rendah India untuk kasus pembunuhan bermotif kasta. ”Saya mau bersaksi melawan keluarga saya karena bagi saya mereka bukan keluarga, melainkan penjahat yang harus diadili. Saya tidak mau kasus seperti ini terulang,” kata Kausalya.
Kausalya kini tinggal bersama keluarga Sankar dan mendirikan sekolah bagi anak-anak Dalit. Ia jadi aktivis yang memperjuangkan perlawanan terhadap pembunuhan bermotif kasta. Berdasarkan data pemerintah, sejak 2014, sekitar 500 orang, mayoritas perempuan, tewas akibat ”pembunuhan demi kehormatan” di India. Pelakunya kerap anggota keluarga sendiri karena malu dengan hubungan dua orang dari kasta berbeda. Pernikahan beda kasta atau agama tabu bukan hanya di desa, melainkan juga di masyarakat kota. (REUTERS/AFP/AP/LUK)